Pendidikan merupakan fondasi utama dalam membangun masa depan bangsa. Namun, di tengah kemajuan zaman dan perkembangan teknologi, muncul berbagai tantangan yang menghambat proses pendidikan, salah satunya adalah gaya hidup hedonisme yang mulai menjangkiti kalangan pelajar. Hedonisme, atau pola hidup yang berfokus pada kesenangan dan kenikmatan semata, kini menjadi tren yang memengaruhi perilaku siswa dan secara tidak langsung menyebabkan kemunduran dalam dunia pendidikan.
Apa Itu Hedonisme?
Hedonisme berasal dari bahasa Yunani (hedone) yang berarti kesenangan. Dalam konteks kehidupan modern, hedonisme merujuk pada gaya hidup yang mengejar kenikmatan duniawi tanpa memedulikan tanggung jawab atau dampak jangka panjang. Contohnya seperti terlalu sering nongkrong di kafe mahal, membeli barang branded demi gengsi, atau lebih mementingkan media sosial daripada belajar.Pada dasarnya, mencari kesenangan bukanlah hal yang salah. Namun, jika kesenangan itu menjadi tujuan utama dalam hidup, terutama di usia produktif seperti masa sekolah, maka akan berdampak negatif terhadap perkembangan karakter dan kualitas pendidikan siswa.
Penyebab Munculnya Hedonisme di Kalangan Pelajar
Ada beberapa faktor yang menyebabkan hedonisme berkembang di kalangan siswa:
Media sosial seperti Instagram, TikTok, dan YouTube banyak menampilkan gaya hidup mewah, traveling, kuliner mahal, dan fashion terkini. Siswa yang masih dalam proses pencarian jati diri mudah terpengaruh untuk mengikuti tren tersebut tanpa mempertimbangkan kemampuan finansial dan tanggung jawab sebagai pelajar. Sebagian orang tua terlalu sibuk bekerja dan menyerahkan pendidikan anak sepenuhnya kepada sekolah. Padahal, pembentukan karakter dan nilai-nilai hidup paling efektif dimulai dari rumah. Jika orang tua tidak memberikan bimbingan yang tepat, anak akan mencari panutan dari luar, termasuk dari konten-konten hedonis di internet. Lingkungan teman sebaya sangat memengaruhi pola pikir dan tindakan siswa. Jika berada dalam lingkungan yang menjunjung tinggi gaya hidup konsumtif dan pamer kekayaan, maka siswa akan terdorong untuk ikut-ikutan agar tidak dianggap ketinggalan zaman atau "kurang gaul". Banyak sekolah belum memasukkan pendidikan karakter, literasi keuangan, atau penentuan tujuan hidup dalam kurikulumnya. Padahal, siswa sangat membutuhkan panduan agar bisa memilah mana yang penting dan mana yang hanya sekadar kesenangan sesaat.
Hedonisme yang berkembang di kalangan pelajar membawa sejumlah dampak negatif terhadap dunia pendidikan, antara lain:
Menurunnya Motivasi Belajar
Siswa yang terlalu fokus pada hiburan dan kesenangan cenderung mengabaikan tanggung jawab utamanya, yaitu belajar. Mereka merasa bahwa sukses bisa diraih dengan popularitas atau gaya hidup, bukan dari ilmu dan kerja keras.
Prestasi Akademik Merosot
Waktu yang seharusnya digunakan untuk belajar, membaca, atau mengerjakan tugas justru dihabiskan untuk scrolling media sosial, nongkrong, atau menonton konten hiburan. Akibatnya, nilai dan prestasi akademik pun menurun.
Timbulnya Gaya Hidup Konsumtif
Siswa yang terbiasa hidup hedonis akan terbiasa menghambur-hamburkan uang untuk hal-hal yang tidak produktif. Mereka menjadi tidak bijak dalam mengatur keuangan dan seringkali merasa kurang meskipun sudah memiliki banyak.
Mengikis Nilai-nilai Moral
Pengejaran terhadap kesenangan tanpa batas seringkali membuat siswa mengabaikan norma dan etika. Contohnya, bolos sekolah demi ikut konser, menyontek demi bisa hangout lebih awal, atau bahkan melakukan pinjaman online untuk memenuhi gaya hidup.
Peran Pendidikan dan Keluarga dalam Mengatasi Hedonisme
Untuk mengatasi pengaruh negatif hedonisme di kalangan siswa, diperlukan kerja sama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Pendidikan Karakter di Sekolah
Sekolah harus memperkuat pendidikan karakter, seperti kejujuran, tanggung jawab, kerja keras, dan kesederhanaan. Program pembiasaan seperti kegiatan sosial, bakti masyarakat, atau project kewirausahaan bisa melatih siswa untuk lebih menghargai proses dan kerja keras.
Pendidikan Keuangan Sejak Dini
Mengenalkan konsep mengatur uang, menabung, dan membedakan kebutuhan dan keinginan sangat penting diajarkan sejak dini. Siswa yang memiliki literasi keuangan akan lebih mampu menahan diri dari gaya hidup konsumtif.
Peran Aktif Orang Tua
Orang tua harus menjadi contoh yang baik dalam menjalani hidup sederhana namun bermakna. Mendampingi anak dalam aktivitas belajar, berdiskusi tentang masa depan, dan mengontrol penggunaan gadget dapat membantu mengarahkan anak pada gaya hidup yang lebih seimbang.
Pemanfaatan Teknologi secara Positif
Alih-alih melarang, arahkan siswa untuk menggunakan teknologi dan media sosial secara positif, misalnya untuk belajar online, membuat konten edukatif, atau mengikuti webinar. Ini dapat membentuk pola pikir bahwa teknologi adalah alat untuk berkembang, bukan sekadar hiburan. Hedonisme di kalangan siswa merupakan fenomena nyata yang harus dihadapi bersama. Meski zaman terus berubah dan hiburan semakin mudah diakses, siswa harus diajarkan untuk tetap memiliki tujuan hidup yang jelas, tanggung jawab terhadap pendidikan, serta sikap hidup yang bijak dan sederhana. Pendidikan tidak hanya tentang nilai akademik, tetapi juga tentang membentuk karakter dan kesiapan menghadapi tantangan kehidupan. Dengan sinergi antara sekolah, keluarga, dan lingkungan, kita dapat membantu generasi muda keluar dari jebakan hedonisme dan kembali menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama dalam hidup mereka.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI