Mohon tunggu...
S A Hadi
S A Hadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sholikhul A Hadi

Happy is the people whitout history

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Membelah Jiwa

29 Maret 2019   09:33 Diperbarui: 29 Maret 2019   10:58 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seekor kucing keluar dari sebuah kardus berwarna coklat yang ditinggalkan seseorang di samping kaca. Dia berlari kencang mencari sisa-sisa bau tubuhnya sebagaimana Jacob yang berada di balik kaca sedang mengumpulkan berbagai kenangannya tentang Carol. Lina tidak menghiraukan itu, dia terus saja bercerita tentang pertemuannya dengan Carol. "Dia tampak sangat lesu malam itu. Aku sangat prihatin padanya. 

Tetapi setelah aku bertanya tentang alasannya datang ke Negara itu, dia segera menjawab dengan panjang lebar. Aku tidak mengingat detail penjelasannya. Banyak nama dan peristiwa yang dijelaskan. Aku hanya menyimpulkan kalau dirinya sangat tertekan malam itu. Ya, aku tahu itu dari rambutnya yang berantakan dan matanya yang tidak tentu arah."

Jacob merasa telah menemukan kata-katanya, dia menatap Lina dengan penuh keraguan. "Aku dulu meninggalkannya sendiri. Itu merupakan kesalahan terbesarku. Aku hanya menghiraukan perkataan orang-orang dan mengabaikan fakta jika akulah satu-satunya kerabatnya yang tersisa di dunia ini."

" Kamu meninggalkannya?" Lina kaget. " Dia tidak pernah menceritakan itu."

" Malam itu aku terpaksa harus pergi dari apartemennya dan mencari kontrakan baru." Jacob tampak bingung. "Ya, semua berawal dari orang-orang sekitarku yang menuduhku homo karena tinggal serumah dengan Carol. Di sini, penyuka sesama jenis mendapat diskriminasi dari lingkungan yang cukup keras."

"Owh, itu ternyata penyebab kalian berpisah." Lina kembali menyalakan rokoknya. "Jika kamu tidak homo, mengapa harus menghiraukannya?"


"Sepertinya kamu bukan orang yang hidup dari lingkungan sama denganku. Kamu tidak akan paham dengan kekuatan social di sini."

*** *

Di bawah cahaya lampu kota seoul, dia duduk di sebuah bangku sambil menyalakan gawainya. Dia tampak ragu saat hendak menekan layar gawainya. Sebuah kebimbangan yang teramat dalam menyita kesadarannya. Dia tidak tahu harus melakukan apa malam itu. Saat dia harus memutuskan untuk terakhir kalinya dalam hidupnya.

Pikirannya melayang menerobos cakrawala membelah kenangan-kenangannya yang terasa melilit tubuhnya. Dia merasa bahwa dirinya tidak seperti yang digambarkan orang-orang. Diapun percaya bahwa dirinya adalah orang yang normal. Orang yang dapat jatuh cinta dengan wanita dan juga keindahan lain yang datang menyertainya.

Dia berdiri mondar-mandir, mengenang masa-masa pedihnya saat neneknya tutup usia. Dia dengan sangat terpaksa harus meninggalkan desa karena perebutan warisan yang dilakukan oleh saudara ibunya. Dia dianggap mengancam jatah warisan Pak dhe, Bu dhe, Pak lik dan Bu lik yang jumlah tidak sedikit. Mereka kemudian memutuskan agar Carol kembali ke kota. Mungkin keputusan itu sangat ringan buat kerabatnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun