Mohon tunggu...
Anjani Me
Anjani Me Mohon Tunggu... mahasiswa sistem informasi

suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Menyelamatkan Gajah: Raksasa Lembut, Penjaga Hutan Kita

17 September 2025   16:42 Diperbarui: 17 September 2025   16:42 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Di hutan Sumatra dan Kalimantan, setiap langkah gajah terdengar berat namun sarat wibawa. Kaki mereka menapak tanah, membuat daun bergetar dan ranting patah. Gajah bukan sekadar satwa liaar; mereka adalah penjelajah sunyi yang membawa kehidupan—menyebarkan biji, membuka jalur, dan menjaga agar hutan tetap bernapas.

Namun kini, suara langkah itu semakin jarang terdengar. Hutan menyusut, jalur mereka terpotong perkebunan dan tambang, konflik dengan manusia meningkat, dan ancaman perburuan tetap mengintai. Di Hari Satwa Sedunia, kita diingatkan: maukah kita membiarkan gajah hanya menjadi nama dalam buku sejarah?

Kenapa Kita Harus Peduli?

Bayangkan hutan tanpa gajah. Tak ada lagi yang mengangkut biji raksasa ke tempat-tempat jauh, tak ada lagi yang membuka jalur baru bagi kehidupan lain. Tanpa mereka, hutan menjadi sepi dan rapuh.

Populasi Gajah Sumatra kini diperkirakan tinggal 2.400–2.800 individu, sementara Gajah Kalimantan lebih sedikit. Menurut IUCN, Gajah Sumatra berstatus Critically Endangered, sedangkan Gajah Kalimantan Endangered. Dalam dua dekade terakhir, habitat alami mereka menyusut drastis. WWF Indonesia mencatat Sumatra kehilangan lebih dari 69% habitat gajah akibat deforestasi untuk perkebunan sawit, tambang, dan pembangunan infrastruktur.

Menurut Global Forest Watch, Indonesia kehilangan lebih dari 9 juta hektare hutan primer antara 2002–2022. Di Riau dan Aceh, rata-rata 30–40 kasus konflik manusia-gajah terjadi tiap tahun, mulai dari kerusakan lahan pertanian hingga kematian gajah karena diracun atau terperangkap.

“Gajah adalah penjaga hutan yang sesungguhnya. Ketika gajah hilang, ekosistem lain ikut runtuh, karena mereka memegang peran kunci dalam menyebarkan biji dan menjaga keseimbangan alam,” jelas Dr. Rudianto, pakar konservasi satwa liar Universitas Gadjah Mada.

Ancaman Perdagangan dan Fragmentasi Habitat

Data Elephant Trade Information System (ETIS) menunjukkan Indonesia masih menjadi jalur perdagangan ilegal gading. Selama 2010–2020, puluhan kasus penyelundupan gading Sumatra berhasil digagalkan, tetapi diyakini banyak yang lolos pengawasan. Perdagangan ini tidak hanya mengancam gajah tetapi juga mendanai jaringan kriminal lintas negara.

Selain itu, survei BKSDA menunjukkan dari 23 kantong habitat Gajah Sumatra, lebih dari separuh sudah dalam kondisi terfragmentasi parah. Gajah terjebak di pulau-pulau hutan kecil, terpisah dari hutan besar, membuat mereka lebih rentan konflik, kehilangan sumber makanan, dan menghadapi risiko perkawinan sedarah yang melemahkan genetik populasi. Studi genetika WWF Indonesia menunjukkan isolasi populasi menurunkan keragaman genetik, meningkatkan risiko penyakit, dan menurunkan reproduksi.

“Hilangnya habitat dan fragmentasi populasi gajah adalah ancaman sama seriusnya dengan perburuan. Tanpa koridor satwa, populasi tidak dapat bertahan jangka panjang,” ujar Dr. Maya Anggraini, ahli ekologi konservasi WWF Indonesia.

Teknologi: Mata dan Telinga di Hutan

Konservasi gajah kini memanfaatkan teknologi untuk bekerja lebih cerdas:

  • Kalung GPS: Memetakan jalur pergerakan gajah dan memberi peringatan dini saat mereka mendekati pemukiman.
  • Drone patroli: Memantau jalur migrasi dan mendeteksi ancaman bahkan di malam hari.
  • Pagar pintar berbasis sensor gerak: Menghalau gajah masuk ladang tanpa menyakiti mereka.
  • SMART Patrol (Spatial Monitoring and Reporting Tool): Memetakan jalur pergerakan gajah, titik konflik, dan lokasi jebakan ilegal secara real-time. Data ini masuk ke peta interaktif, membuat patroli lebih efisien dan transparan.
  • Drone thermal & adopsi virtual: Memantau kawanan gajah di malam hari dan menggalang dana global untuk konservasi lintas negara.
  • SMS Blast & alarm suara-lampu strobo: Memberi peringatan kepada warga saat kawanan gajah mendekat, mengurangi konflik secara efektif.

Teknologi ini bukan sekadar alat, tetapi jembatan bagi manusia dan gajah untuk berbagi ruang secara aman.

Studi Kasus: Taman Nasional Way Kambas

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun