Mohon tunggu...
safrijal
safrijal Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pucuk Pisang

3 Juni 2016   20:57 Diperbarui: 3 Juni 2016   21:01 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Rukmana gusar di sana, teras tua kesayangannya

yang jendelanya terbuka dan berpintu penuh lobang

Meremang dan kalut benaknya

Hawa yang khas terasa, bergelayut pada pucuk jantungnya.

Bergegas ke biliknya mengorek lobang hitam

dibukalah pelepah berbungkus noda

Pucuk pisang itu rupanya. Dicampak lalu dipungutnya lagi

Bilamana peluh menetes tak disadarinya,

diusap dengan tungkai lengan yang gemuk itu

lantas disentuhinya pucuk pisang bersama ikat bungkusan

Beriring derai hujan dari muara

Angannya berlayar jauh ke lampau

dan mengupat atas celaka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun