Mohon tunggu...
Safira Iqlima Royyana
Safira Iqlima Royyana Mohon Tunggu... 24107030127

Writing for assignment. So, be updated buddy!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Warisan yang Mengenyangkan Jiwa

2 Juni 2025   04:00 Diperbarui: 1 Juni 2025   20:39 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana Makanan Menjadi Sarana Membangun Kebersamaan dan Makna Spiritual

Di tengah derasnya arus modernisasi dan globalisasi, tradisi makan bersama dalam budaya Indonesia tetap memiliki tempat yang istimewa. Upacara makan bersama seperti nasi tumpeng dan liwetan bukan sekadar kegiatan menyantap makanan, tetapi mengandung makna sosial, budaya, dan spiritual yang mendalam. Tradisi ini menjadi simbol kebersamaan, rasa syukur, dan bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai leluhur.

Nasi Tumpeng: Simbol Rasa Syukur dan Filosofi Kehidupan

Nasi tumpeng adalah sajian khas yang berbentuk kerucut, biasanya terbuat dari nasi kuning atau nasi putih yang dikelilingi berbagai lauk pauk tradisional. Bentuk kerucut tumpeng melambangkan gunung, yang dalam kepercayaan masyarakat Jawa adalah tempat suci dan simbol hubungan manusia dengan Tuhan (vertikal) serta sesama manusia (horizontal).

Makna Filosofis dalam Tumpeng:

  • Kerucut nasi melambangkan harapan agar manusia selalu mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa.
  • Lauk pauk yang beragam mencerminkan keberagaman rezeki dan kehidupan yang harmonis.
  • Susunan tumpeng mengandung nilai keselarasan dan keseimbangan antara alam, manusia, dan Tuhan.

Nasi tumpeng biasa disajikan dalam acara syukuran, ulang tahun, atau peringatan penting. Tradisi pemotongan tumpeng oleh orang yang dituakan menunjukkan penghormatan dan rasa terima kasih kepada yang lebih tua atau pemimpin.

Liwetan: Tradisi Makan Bersama yang Merakyat

Berbeda dengan tumpeng yang lebih bersifat seremonial, liwetan adalah tradisi makan bersama yang disusun memanjang di atas daun pisang, di mana semua orang duduk bersila mengelilingi makanan dan menyantapnya bersama-sama. Tak ada sendok, tak ada piring; hanya tangan dan rasa kekeluargaan yang menyatukan.

Liwetan sering dilakukan dalam suasana santai seperti acara keluarga, buka puasa bersama, hingga reuni. Menu yang disajikan biasanya berupa nasi putih, ayam goreng, tempe orek, urap, sambal, dan kerupuk.

Nilai Budaya dalam Tradisi Liwetan:

  • Kebersamaan tanpa sekat sosial: Semua orang duduk sejajar tanpa memandang status.
  • Kehangatan dan kekeluargaan: Tradisi ini mempererat tali silaturahmi antar anggota masyarakat.
  • Kesederhanaan yang bermakna: Liwetan mengajarkan bahwa kebahagiaan tidak selalu berasal dari kemewahan, tetapi dari kebersamaan.

Makanan sebagai Media Sosial dan Spiritual

Dalam kedua tradisi ini, makanan tidak hanya dilihat sebagai sumber nutrisi, melainkan sebagai media komunikasi sosial dan spiritual. Makanan menjadi bahasa yang menyatukan, yang mampu mencairkan suasana, menyampaikan pesan syukur, bahkan menjadi bentuk doa.

Dalam konteks spiritual, setiap suapan dalam tradisi makan bersama membawa rasa syukur kepada Sang Pencipta. Dalam konteks sosial, setiap tawa dan obrolan saat makan adalah jembatan yang memperkuat solidaritas.

Menjaga Tradisi di Tengah Modernitas

Seiring berkembangnya zaman, tradisi makan bersama sering kali mulai tergeser oleh gaya hidup instan dan individualis. Makan dilakukan terburu-buru, sendiri, dan sering kali tanpa makna lebih dalam. Di sinilah pentingnya melestarikan nilai-nilai budaya dalam tradisi makan bersama.

Cara Agar Tradisi Ini Tidak Dilupakan:

  1. Mengenalkan kembali kepada generasi muda melalui pendidikan dan kegiatan budaya di sekolah atau komunitas.
  2. Mengintegrasikan tradisi ini dalam kehidupan sehari-hari, seperti mengadakan liwetan keluarga secara berkala.
  3. Mengadaptasi bentuk tradisi dengan cara modern, misalnya melalui acara makan bersama digital atau tumpengan dalam perayaan virtual.
  4. Membuat dokumentasi dan cerita budaya, baik dalam bentuk tulisan, video, atau media sosial, agar tetap hidup dan dikenali generasi masa depan.

Nasi tumpeng dan liwetan bukan hanya warisan kuliner, tetapi juga warisan nilai. Di balik setiap hidangan terdapat filosofi, rasa hormat, dan cinta pada sesama. Makanan, dalam tradisi kita, adalah medium untuk menyampaikan syukur, merayakan kehidupan, dan merajut kebersamaan.

Saat kita duduk melingkar dan makan bersama, sejatinya kita sedang merawat akar budaya yang menyatukan kita sebagai bangsa.

Mari terus hidupkan tradisi makan bersama, karena di sanalah kita menemukan identitas, kehangatan, dan kekuatan sebagai satu keluarga besar: Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun