Pagi itu selepas para ibu belanja dari pasar ada rapat ibu-ibu para pengurus Dawis serta pengurus simpan pinjam ibu-ibu warga RT. Mereka ramai membicarakan pencairan dan pembagian tabungan lebaran. Buntutnya, Mbok Banjir jadi bada-budu sama Pak Banjir yang lagi membersihkan kandhang burung.
"Aduuh, Pak, enggak jadi lebaran, nih! Bagaimana, ini  ... Pak " Mbok Banjir memeti seperti ayam babon mau bertelur.
"Lha ... lha ... sabaaar Mbok ... sabaar! Ada apa si sebenarnya?" Pak Banjir menenangkan sambil membetulkan sarungnya yang melorot.
"Duit tabungan ibu-ibu RT tidak bisa dibagi. Ada  anggota yang tidak  bisa nglunasi utang. Nggak bisa buat rendang dan kacang bawang, nih Pak, buat lebaran!"
Warga RT, khususe ibu-ibu memang punya koperasi simpan pinjam. Sebenarnya tiodak tepat disebut koperasi karena setiap tahun yaitu menjelang lebaran semua tabungan dibagi ludes tanpa sisa. Untuk tahun berikutnya, menabung lagi.
"Lha, yang enggak bisa nglunasi utang, siapa si? Kan,  bisa ditomboki terlebih dulu seperti biasanya, jadi  tabungan bisa dibagi?"
"Tidak hanya satu, Pak. Kali ada lima orang. Lalu itu, Bu Endra, langganan nunggak setiap  lebaran, kalau mau mbagi tabungan. Enyong, sebenarnya kasihan, tapi bagaimana lagi, mau buat untuk lebaran, ko!"
Sedang lagi padha grundhengan bab tabungan simpan pinjam yang kemungkinan tidak bisa dibagi, datanglah Mas Wahyu mau pinjam gergaji.
"Assalamualaikum .... Nuwun sewu, Pak Banjir, saya mau pinjam gergaji. Anu, buat mangkas pohon mangga depan rumah. Lho, ini lagi mbahas soal apa si, kelihatannya serius amat, Mbok Banjir? "
"Walaikumssallammm ..... Oh, Mas Wahyu. Mari-mari ... ini lho, jan enggak bisa bada! " Mbok Banjir grapyak menyambut Mas Wahyu sambil mencari gergaji di bothekan perkakas tukang.
"Tidak bisa lebaran ? Kenapa si, Mbok Banjir ?"