Mohon tunggu...
Saeran Samsidi
Saeran Samsidi Mohon Tunggu... -

Saeran Samsidi alias Pak Banjir wong Banyumas sing coag, cablaka tur semblothongan!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sama-sama Seram, tapi Cowongan dan Jelangkung Berbeda!

26 Desember 2017   08:02 Diperbarui: 26 Desember 2017   11:48 2112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto : koleksi pribadi

Jika mengikuti tahun-tahun kebelakang, bulan-bulan menjelang pergantian tahun biasanya memasuki musim hujan. Saking sering dan lebatnya hujan, bisa menjadi bencana, baik itu banjir atau longsor. Bencana mangsa rendheng, karena masyarakat tak bisa merawat lingkungan. Apakah ada  cara menolak banjir? 

Zaman dahulu, moyang kita mewariskan kearifan lokal dengan pitutur, gugon tuhon, pemali atau pantangan adat, dan tata cara merawat serta menghargai alam. Menyampaikan permohonan maupun perlindungan untuk keselamatan kepada Ingkang Murbeng Dumadi (Tuhan YME, menciptakan yang tiada menjadi ada) melalui ritual-ritual.

Pada pertengahan tahun juga terjadi bencana mangsa ketiga. Kekeringan melanda sawah dan kebun para petani karena hujan tak kunjung turun. Padi dan tanaman palawija jadi puso alias gagal panen. 

Panen gagal menyebabkan paceklik. Sedulur tani pun memohon kepada Sang Maha Kinasih untuk memohon bantuan dengan melakukan upacara-upacara adat ritual agraris. Ritual agraris untuk mengundang hujan digelar di berbagai pelosok tanah air.

Salah satu ritual mengundang hujan juga ada di daerah Banyumas. Ada beberapa ritual mengundang hujan, salah satunya adalah cowongan yang menggunakan boneka yang terbuat dari siwur yang didandani. Masyarakat  Banyumas di "zaman now"  banyak yang tidak mengerti apa itu cowongan. Ngertinya,  jelangkung.  

Nah, beberapa  cowongan menjadi pajangan untuk mempercantik dinding depan rumah saya, terpapang di sekitar teras. Orang yang lewat depan rumah, apa itu tetangga ataupun orang luar selalu menyebut jelangkung. 

Jelangkung lebih terkenal dan populer dibanding cowongan, sekalipun masyarakat di daerah asal usul cowongan diciptakan.

Ritual agraris untuk mengundang hujan oleh para petani di tlatah Banyumas. Apa si cowongan dan apa si jelangkung itu. Baiklah akan saya paparkan boneka-boneka yang terbuat dari bahan yang sama, yaitu siwur. 

Siwuratau gayung untuk mengambil air yang terbuat dari bathok kelapa dibuat sebagai boneka untuk sarana yang berbeda untuk cowongan dan jaelangkung. Begini ceritanya, mulai dari cowongan.

Cowongan sering disamakan dengan jelangkung yang mantranya di film terbarunya "Datang gendong pulang bopong" Cowongan dikatai musyrik karena untuk mengundang setan. Padahal cowongan adalah salah satu jenis ritual atau upacara minta hujan yang dilakukan oleh masyarakat di daerah Banyumas dan sekitarnya. 

Menurut kepercayaan masyarakat Banyumas, permintaan datangnya hujan melalui cowongan, dilakukan dengan bantuan bidadari, Dewi Sri yang merupakan dewi padi, lambang kemakmuran dan kesejahteraan. 

Melalui doa-doa yang dilakukan penuh keyakinan, Dewi Sri akan datang melalui lengkung bianglala (pelangi) menuju ke bumi untuk menurunkan hujan. Datangnya hujan berarti datangnya rakhmat Illahi yang menjadi sumber hidup bagi seluruh makhluk bumi, termasuk manusia.

Dilihat dari asal katanya, cowongan berasal dari kata "cowong" ditambah akhiran "an" yang dalam bahasa Jawa Banyumasan dapat disejajarkan dengan kata perong, cemong, atau therok yang diartikan berlepotan di bagian wajah. 

Cowongan dapat diartikan sesuatu yang dengan sengaja dilakukan seseorang untuk menghias wajah. Wajah yang dimaksud adalah wajah siwur yang dihias sedemikian rupa agar menyerupai manusia (boneka). Kini cowongan sudah tak lagi menjadi ritual agraris tetapi sebagai bentuk paduan seni rupa, tari, musik dikemas dalam bentuk teaterikalisasi.

Cowongan dilaksanakan hanya pada saat terjadi kemarau panjang. Biasanya ritual ini dilaksanakan mulai pada akhir Mangsa Kapat (hitungan masa dalam kalender Jawa) atau sekitar bulan September. Pelaksanaannya pada tiap malam Jumat, dimulai pada malam Jumat Kliwon. 

Dalam tradisi masyarakat Banyumas, cowongan dilakukan dalam hitungan ganjil misalnya satu kali, tiga kali, lima kali atau tujuh kali. Apabila sekali dilaksanakan cowongan belum turun hujan maka dilaksanakan tiga kali. 

Jika dilaksanakan tiga kali belum turun hujan maka dilaksanakan sebanyak lima kali. Demikian seterusnya hingga turun hujan. Cowongan hingga saat ini masih dapat dijumpai di Desa Plana, Kecamatan Somagede.

BookMyShow
BookMyShow
Ritual mengundang arwah. Jelangkung adalah sebuah permainan tradisional Nusantara yang bersifat ritual supranatural. Permainan ini umumnya dilakukan sebagai ritual untuk memanggil entitas supranatural. 

Media yang dipergunakan sama dengan cowongan, boneka dari tempurung kelapa. Asal penggunaan istilah jelangkung diduga berhubungan dengan sebuah kepercayaan tradisional Tionghoa yaitu ritual dewa pelindung anak poyang dan moyang, Cay Lan Gong dewa keranjang dan Cay Lan Tse yang bersifat ritual dan dimainkan oleh anak-anak remaja saat festival rembulan.

Ritual Cay Lan Gong namanya kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia, menjadi jelangkung. Berbeda dengan Cay Lan Gong, media yang digunakan untuk menampung dewa yang dipanggil dalam jailangkung sama dengan cowongan yaitu siwur yang didandani.

Dalam perkembangannya, permainan ini menjadi cukup sederhana, dapat dilakukan cukup hanya dengan menggunakan jangka dengan gambar lingkaran lengkap dengan huruf abjad yang tergambar dalam kertas, dan dengan diiringi suatu mantra sederhana. 

Dengan mantra Jelangkung jelangsat, Di sini ada pesta, Pesta kecil-kecilan, Jelangkung jelangsat, Datang tidak diundang, Pergi tidak diantar. Kata-kata tersebut diucapkan berkali-kali, dan setelah makhluk halus diyakini sudah masuk ke dalam boneka, maka pemain dapat bertanya apapun yang mereka mau. Pertanyaan tersebut akan dijawab dengan alat tulis yang diikat di bawah boneka tersebut.

Karena sifatnya yang berupa ritual yang memanggil dan berkomunikasi dengan makhluk halus, permainan jailangkung yang awalnya sekadar permainan kemudian berkembang memunculkan mitos-mitos hantu atau kesurupan sebagai imbas untuk orang yang memainkan permainan ini. 

Mitos tersebut umumnya adalah bila permainan ini diakhiri tanpa melepas atau berpamitan dengan makhluk halus yang masuk ke dalam boneka, makhluk halus tersebut dapat menjadi marah dan dapat membuat masalah untuk para pemanggilnya. 

Cowongan versus jelangkung.Kalau diperbandingkan antara cowongan dan jelangkung ada persamaan dan perbedaan, namun lebih banyak perbedaannya. Persamaannya adalah sama-sama menggunakan media berupa boneka yang terbuat dari siwur yang didandani. Perbedaanya adalah :

Cowongan adalah produk budaya Nusantara khususnya dari tlatah Banyumas sedangkan jelangkung merupakan serapan dari budaya Tiongkok.

Cowongan ritual agraris  memanggil bidadari utusan Dewi Sri untuk membawa hujan, jelangkung mengundang arwah atau roh halus.

Cowongan digelar oleh para petani untuk mengatasi masalah kekeringan sawah sehingga datang hujan menyuburkan kembali tanaman, jadi bersifat ritual. Jelangkung dilakukan oleh anak-anak atau remaja  bersifat permainan.

Dalam perkembangannya cowongan di Banyumas berubah dari ritual agraris menjadi karya seni seperti seni pertunjukan, seni tari dan seni rupa. Jelangkung dibuat menjadi film bersekuel, Jelangkung (2001), Tusuk Jelangkung (2003), Jelangkung 3 (2007) dan Jailangkung (2017)

Cowongan kurang terkenal sedangkan jelangkung sangat populer karena film-filmnya.

Dhemen kabudhayane dhewek.Akhir paparan, marilah kita, khususnya masyarakat penginyongan di mana pun kini tinggal untuk dhemen kabudayane dhewek. 

Dengan mencintai budayanya sendiri menunjukkan cinta tanah air, maka lestarikan dan kembangkan cowongan dalam berbagai bentuk sehingga dikenal oleh bukan saja wong Banyumas tetapi sampai ke penjuru Nusantara seperti halnya jelangkung. Amin ya robalallamin .....

Sumber : Yusmanto, Wong Banyumas dan Wikipedia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun