Melalui doa-doa yang dilakukan penuh keyakinan, Dewi Sri akan datang melalui lengkung bianglala (pelangi) menuju ke bumi untuk menurunkan hujan. Datangnya hujan berarti datangnya rakhmat Illahi yang menjadi sumber hidup bagi seluruh makhluk bumi, termasuk manusia.
Dilihat dari asal katanya, cowongan berasal dari kata "cowong" ditambah akhiran "an" yang dalam bahasa Jawa Banyumasan dapat disejajarkan dengan kata perong, cemong, atau therok yang diartikan berlepotan di bagian wajah.Â
Cowongan dapat diartikan sesuatu yang dengan sengaja dilakukan seseorang untuk menghias wajah. Wajah yang dimaksud adalah wajah siwur yang dihias sedemikian rupa agar menyerupai manusia (boneka). Kini cowongan sudah tak lagi menjadi ritual agraris tetapi sebagai bentuk paduan seni rupa, tari, musik dikemas dalam bentuk teaterikalisasi.
Cowongan dilaksanakan hanya pada saat terjadi kemarau panjang. Biasanya ritual ini dilaksanakan mulai pada akhir Mangsa Kapat (hitungan masa dalam kalender Jawa) atau sekitar bulan September. Pelaksanaannya pada tiap malam Jumat, dimulai pada malam Jumat Kliwon.Â
Dalam tradisi masyarakat Banyumas, cowongan dilakukan dalam hitungan ganjil misalnya satu kali, tiga kali, lima kali atau tujuh kali. Apabila sekali dilaksanakan cowongan belum turun hujan maka dilaksanakan tiga kali.Â
Jika dilaksanakan tiga kali belum turun hujan maka dilaksanakan sebanyak lima kali. Demikian seterusnya hingga turun hujan. Cowongan hingga saat ini masih dapat dijumpai di Desa Plana, Kecamatan Somagede.
Media yang dipergunakan sama dengan cowongan, boneka dari tempurung kelapa. Asal penggunaan istilah jelangkung diduga berhubungan dengan sebuah kepercayaan tradisional Tionghoa yaitu ritual dewa pelindung anak poyang dan moyang, Cay Lan Gong dewa keranjang dan Cay Lan Tse yang bersifat ritual dan dimainkan oleh anak-anak remaja saat festival rembulan.
Ritual Cay Lan Gong namanya kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia, menjadi jelangkung. Berbeda dengan Cay Lan Gong, media yang digunakan untuk menampung dewa yang dipanggil dalam jailangkung sama dengan cowongan yaitu siwur yang didandani.
Dalam perkembangannya, permainan ini menjadi cukup sederhana, dapat dilakukan cukup hanya dengan menggunakan jangka dengan gambar lingkaran lengkap dengan huruf abjad yang tergambar dalam kertas, dan dengan diiringi suatu mantra sederhana.Â
Dengan mantra Jelangkung jelangsat, Di sini ada pesta, Pesta kecil-kecilan, Jelangkung jelangsat, Datang tidak diundang, Pergi tidak diantar. Kata-kata tersebut diucapkan berkali-kali, dan setelah makhluk halus diyakini sudah masuk ke dalam boneka, maka pemain dapat bertanya apapun yang mereka mau. Pertanyaan tersebut akan dijawab dengan alat tulis yang diikat di bawah boneka tersebut.