Mohon tunggu...
Saepul Alam
Saepul Alam Mohon Tunggu... Penulis

Geopolitics, Democracy, Activism, Politics, Law, and Social Culture.

Selanjutnya

Tutup

New World

Kekuatan Regional dan Perubahan Tatanan Geopolitik di Asia-Pasifik

3 Juli 2025   20:17 Diperbarui: 3 Juli 2025   19:41 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peta Kawasan Asia-Pasifik (Sumber Gambar: VOA Indonesia)

Kawasan Asia-Pasifik telah menjadi pusat dinamika geopolitik global yang paling signifikan dalam dua dekade terakhir. Kawasan ini bukan hanya mencakup kekuatan besar seperti Tiongkok, Amerika Serikat (AS), Jepang, dan India, tetapi juga negara-negara berkembang yang memiliki potensi strategis seperti Indonesia, Vietnam, Filipina, Singapura, dan Thailand. Asia-Pasifik menyumbang lebih dari 60% produk domestik bruto (PDB) dunia jika digabungkan, serta menjadi rumah bagi lebih dari setengah populasi global. Pertumbuhan ekonomi yang cepat, peningkatan anggaran militer, dan perebutan pengaruh politik telah mendorong perubahan struktur kekuasaan di kawasan ini. Geopolitik Asia-Pasifik pun tidak lagi semata dipengaruhi oleh kekuatan global, melainkan oleh dinamika interaksi antara kekuatan regional yang semakin assertif dalam mempertahankan kepentingannya.

Kebangkitan Tiongkok sebagai kekuatan dominan di Asia-Pasifik merupakan faktor utama yang mengubah tatanan geopolitik kawasan. Sejak diluncurkannya strategi Belt and Road Initiative (BRI) pada 2013, Tiongkok telah menginvestasikan ratusan miliar dolar dalam proyek infrastruktur di negara-negara Asia, termasuk pelabuhan, jalan, rel kereta, dan jaringan energi. Menurut laporan Green Finance & Development Center (2023), total pembiayaan BRI pada 2022 saja mencapai sekitar USD 67,8 miliar.

Di sisi lain, ambisi maritim Tiongkok di Laut Cina Selatan, termasuk pembangunan pulau buatan dan klaim sembilan garis putus-putus (nine-dash line), telah menimbulkan ketegangan dengan negara-negara ASEAN seperti Filipina dan Vietnam. Putusan Mahkamah Arbitrase Internasional pada 2016 yang membatalkan klaim Tiongkok tidak diakui oleh Beijing, memperlihatkan tekadnya untuk mempertahankan klaim tersebut, sekaligus menciptakan dinamika geopolitik yang memicu perlombaan senjata dan persekutuan baru.

Amerika Serikat, sebagai kekuatan hegemonik tradisional di kawasan, merespons kebangkitan Tiongkok dengan memperkuat aliansi militer dan ekonomi regional. Strategi Indo-Pasifik yang dikembangkan sejak era Presiden Barack Obama dan diperkuat oleh administrasi Trump dan Biden menunjukkan upaya sistematis Amerika Serikat untuk mempertahankan pengaruhnya. Dalam kerangka Quadrilateral Security Dialogue (QUAD) yang melibatkan India, Jepang, Australia, dan Amerika Serikat, serta kemitraan AUKUS yang melibatkan Australia, Inggris, dan Amerika Serikat, Washington menggalang koalisi strategis untuk menyeimbangi Tiongkok.

Menurut SIPRI (2023), Amerika Serikat tetap menjadi negara dengan anggaran militer terbesar di dunia, mencapai USD 877 miliar, sebagian besar dialokasikan untuk operasi dan penguatan pasukan di kawasan Indo-Pasifik. Manuver militer bersama di Laut Cina Selatan dan penempatan sistem rudal serta radar canggih di Filipina dan Guam mencerminkan komitmen Amerika Serikat untuk mempertahankan dominasi geopolitiknya.

Jepang dan India juga memainkan peran penting sebagai kekuatan regional yang turut mempengaruhi arah perubahan tatanan geopolitik Asia-Pasifik. Jepang, meskipun terikat oleh konstitusi pasifis pasca-Perang Dunia II, telah mengadopsi strategi keamanan nasional yang lebih proaktif. Pemerintahan Perdana Menteri Fumio Kishida bahkan meningkatkan anggaran pertahanan menjadi 2% dari PDB pada 2023, menjadikan Jepang sebagai negara dengan anggaran militer terbesar ketiga di dunia (SIPRI, 2023).

Jepang aktif dalam diplomasi pertahanan dengan negara-negara Asia Tenggara dan Pasifik Selatan. Sementara itu, India mengadopsi pendekatan strategis yang disebut "Act East Policy", memperkuat kerja sama ekonomi dan militer dengan negara-negara ASEAN, serta memainkan peran penting dalam QUAD. India juga memperluas pengaruhnya melalui investasi dalam pembangunan pelabuhan strategis seperti di Chabahar (Iran) dan Sabang (Indonesia), menandakan ambisinya sebagai kekuatan maritim utama di Samudra Hindia.

ASEAN, meskipun bukan kekuatan militer besar, tetap menjadi aktor penting dalam mempertahankan stabilitas regional. Organisasi ini memegang peran strategis dalam membangun forum multilateral seperti ASEAN Regional Forum (ARF), East Asia Summit (EAS), dan ASEAN Defence Ministers Meeting Plus (ADMM+), yang menjadi sarana dialog keamanan terbuka antara kekuatan besar dan negara-negara regional.

Namun, kohesi internal ASEAN kerap teruji akibat perbedaan posisi anggotanya terhadap isu-isu sensitif seperti Laut Cina Selatan dan pengaruh Tiongkok. Misalnya, Kamboja dan Laos cenderung mendukung posisi Tiongkok, sementara Filipina dan Vietnam bersikap lebih konfrontatif. Dalam konteks ini, ASEAN dituntut untuk memperkuat integrasi politik dan menyusun pendekatan kolektif yang lebih tegas agar tetap relevan dalam percaturan geopolitik kawasan.

Australia, sebagai negara sekutu utama Amerika Serikat dan anggota AUKUS, juga memperkuat kehadiran strategisnya di Asia-Pasifik. Investasi militer Australia meningkat secara signifikan, termasuk pembangunan kapal selam bertenaga nuklir dan perluasan pangkalan militer di Darwin. Pada 2023, pemerintah Australia mengumumkan strategi keamanan nasional baru yang menyoroti pentingnya peran negara tersebut sebagai penjaga stabilitas Indo-Pasifik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten New World Selengkapnya
Lihat New World Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun