Mohon tunggu...
Saepul Alam
Saepul Alam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hidup hanya sekali, Jangan menua tanpa karya dan Inspirasi !!!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Persyaratan Ambang Batas Threshold Keadilan Publik dan Keadilan Politik

28 Juni 2023   03:57 Diperbarui: 3 Februari 2024   15:43 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Ambang Batas Threshold. (sumber gambar: Perludem)

Selanjutnya, penyelenggaraan pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden serta pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD harus didasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi yang ada dan tidak lagi memungkinkan diselenggarakannya pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden serta pemilihan umum DPR, DPD, DPRD secara terpisah. Selain itu, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa memang diperlukan waktu untuk membangun budaya hukum dan kesadaran politik yang baik bagi masyarakat serta partai politik untuk mempersiapkan diri dan melaksanakan agenda penting dalam sistem tatanegara.

Walaupun pada mulanya penundaan pelaksanaan keputusan Mahkamah Konstitusi ini menimbulkan kontroversi, namun akhirnya diterima oleh masyarakat. Hal ini disebabkan oleh adanya konsep limited constitutional dalam yurisdiksi Mahkamah Konstitusi, yang berarti memberikan toleransi untuk sementara waktu terhadap berlakunya sebuah undang-undang yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Konsep limited constitutional didasarkan pada pertimbangan kepentingan. Terdapat tiga alasan mengapa konsep limited constitutional diterapkan. Pertama, untuk menghindari kekosongan hukum. Kedua, untuk mencegah terjadinya kekacauan jika keputusan Mahkamah Konstitusi segera dilaksanakan tanpa kesiapan perangkat hukum dan pelaksanaannya. Dan ketiga, untuk memberikan kesempatan kepada pembentuk undang-undang untuk merespons keputusan Mahkamah Konstitusi dengan mengubah pasal-pasal yang menjadi objek uji konstitusional dan dinyatakan tidak berlaku mengikat.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 mengenai pemilihan umum serentak tidak secara tegas menyebutkan tentang ketiadaan presidential threshold. Putusan Mahkamah Konstitusi ini memiliki karakteristik kebijakan hukum terbuka, yang berarti pembuat undang-undang diberikan kebebasan untuk mengatur ketentuan dalam undang-undang sebagai langkah tindak lanjut terhadap putusan Mahkamah Konstitusi. Kebijakan hukum terbuka memberikan ruang yang bebas bagi pembuat undang-undang karena Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak memberikan petunjuk mengenai kebijakan hukum yang harus diambil.

Persyaratan pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, sebagaimana diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 6A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tidak mengharuskan atau melarang adanya ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden (presidential threshold). Meskipun pembuat undang-undang diberikan kebebasan terbuka (open legal policy) untuk mengatur isu mengenai presidential threshold dalam undang-undang, namun penentuan presidential threshold tidak boleh sembarangan diubah tanpa alasan atau argumen yang jelas. Harap dihindari agar kebijakan hukum terbuka tidak mengakibatkan terbentuknya undang-undang yang melanggar atau diluar kendali Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 

Pembuat undang-undang harus tetap mempertimbangkan aspek keadilan yang merupakan inti dari sebuah undang-undang. Keadilan di sini merujuk pada memberikan manfaat secara maksimal kepada semua pihak, terutama keadilan yang berhubungan dengan prinsip demokrasi.


Dalam rangka kebijakan hukum terbuka, Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden telah setuju untuk menetapkan presidential threshold sebesar 20% suara di parlemen atau 25% suara sah secara nasional, yang dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pasal 221 Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa "calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan dalam 1 (satu) pasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik," sedangkan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 menyatakan bahwa "pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada pemilihan umum anggota DPR sebelumnya."

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, beberapa pihak mengajukan permohonan judicial review terhadap Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 kepada Mahkamah Konstitusi. Namun, permohonan tersebut tidak diterima oleh Mahkamah Konstitusi. Oleh karena itu, persyaratan presidential threshold tetap berlaku bagi partai politik yang ingin mengusung pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden.

Setiap warga negara yang memiliki hak pilih memiliki hak untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden. Namun, berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Oleh karena itu, setiap warga negara akan memilih calon yang diusulkan oleh partai politik, karena dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tidak memungkinkan adanya calon Presiden dan Wakil Presiden dari perseorangan atau independen. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak mengharuskan partai politik memiliki persentase suara tertentu di parlemen atau persentase perolehan suara sah secara nasional. 

Persyaratan presidential threshold dalam pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden pada tahun-tahun sebelumnya (2004, 2009, 2014) adalah kebijakan yang dibuat oleh pembentuk undang-undang. Persyaratan ini dapat diterima karena pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan setelah pemilihan umum anggota DPR,DPD,DPRD.

Pemilihan umum tahun 2019, sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013, diadakan secara serentak. Dengan adanya penyelenggaraan pemilihan umum secara serentak, persyaratan presidential threshold menjadi tidak relevan. Persyaratan presidential threshold yang berdasarkan hasil perhitungan suara pemilihan umum anggota DPR tidak dapat diterapkan karena waktu pelaksanaannya bersamaan dengan pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden. Terlebih lagi, dalam pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019, persyaratan presidential threshold didasarkan pada hasil pemilihan umum anggota DPR tahun 2014. Hal ini akan menghambat partai politik baru yang dibentuk untuk mengusung pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, karena partai politik tersebut tidak menjadi peserta pemilihan umum pada tahun 2014.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun