Mohon tunggu...
Saeful Ihsan
Saeful Ihsan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sarjana Pendidikan Islam, Magister Pendidikan

Seseorang yang hobi membaca dan menulis resensi buku.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Evolusi Lanjut Umat Manusia: Dari Homo Sapiens ke Homo Deva

25 Januari 2023   07:00 Diperbarui: 25 Januari 2023   07:14 1039
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sesungguhnya terserah kita, apakah memilih percaya terhadap evolusi Darwinian atau tidak, asalkan dilandasi dengan alasan yang kuat. Ketidakpercayaan bisa disebabkan oleh salah paham terhadap teori evolusi, menganggap Darwin bersabda bahwa manusia berasal dari kera, lantaran ilustrasi yang dipilih untuk menggambarkan sejarah universal umat manusia adalah gambar yang menampilkan hal ini: mulai dari kera yang berjalan dengan empat kaki (atau tangan), ke manusia setengah tegak berdiri dengan dua kaki, ke manusia tegak, dan akhirnya manusia modern.

Kesalahpahaman bagi yang lain bisa jadi sesungguhnya bukanlah kesalahpahaman. Soalnya bukan hanya sekedar ilustrasi, struktur teorinya juga mendukung. Bahwa pembicaraan mengenai evolusi selalu dimulai dari manusia primitif yang dilekatkan pada spesies tertentu, misalnya erectus ataukah neanderthal. Kemudian kepunahan satu spesies ditandai dengan kemunculan spesies yang baru.

Homo Sapiens, atau yang disebut sebagai spesies manusia seperti kita ini muncul belakangan. Sehingga agak aneh jika ada seseorang yang mencoba meluruskan kesalahpahaman ini dengan mengatakan bahwa kita ini adalah sapiens, satu jenis spesies tersendiri di antara primata lainnya, yang spesiesnya berbeda dengan kera, simpanse, dan bonobo sejak asali.

Tetapi mungkin sebaiknya kita mendengarkan Yuval Noah Harari yang sejalan dengan pendapat yang saya sebutkan barusan, bahwa sapiens adalah jenis tersendiri sejak awalnya. Evolusi terjadi hanya pada sektor kognitif, pertanian, dan pembangunan tatanan khayalan--termasuk di dalamnya uang, imperium, dan agama.

Puncak spesies manusia bagi Harari adalah Homo Deus, yaitu kala manusia mampu menentukan takdirnya sendiri, mampu membangun dunia di masa depan yang bisa dikendalikan. Tentu dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih. Zaman Homo Deus adalah zamannya teknologi pintar (artificial intelegence), di mana teknologi seperti ini merupakan medium untuk manusia bisa hidup kekal, tak tertandingi, manusia yang (menggantikan) Tuhan.

Namun ada satu konsep lain tentang tahap lanjut evolusi manusia. Itu lahir dari seorang psikolog cum pendidik Dr. Mary Belknap, seorang intelektual wanita dari Amerika Serikat. Ia menulis buku berjudul "Homo Deva", yang juga merupakan nama dari spesies yang akan menggantikan sapiens. 

Benarkah sapiens akan berevolusi menjadi makhluk baru? Secara Darwinian, manusia sebagai organisme mungkin saja bisa berevolusi jika seleksi alamiah memungkinkan. Namun bagaimana mungkin spesies ini berevolusi, sedang organ-organnya sangat mendukungnya sebagai spesies terakhir. Jangankan punah oleh seleksi alam, pergerakan alam pun hampir-hampir dikendalikan oleh spesies ini.

Namun kalau kita tidak begitu rigid meletakkan evolusi mesti secara biologis dan fisiologis, evolusi itu sangat mungkin. Kata Belknap, kita sudah berada di ambang peralihan itu, atau sudah memasuki tahap Homo Deva awal. Homo Deva adalah manusia dewa, manusia ilahiah, manusia yang memiliki kesadaran keplanetan, manusia yang punya visi penyembuhan terhadap bumi yang sakit.

Jangan membayangkan Homo Deva mesti punya ukuran tengkorak kepala yang lebih besar ketimbang sapiens. Bagaimanapun Homo Deva terlahir dari rahim sapiens yang sudah tentu hanya cukup untuk jenis tubuh sapiens.

Maka evolusi ini, bisa kita baca lebih bersifat naluriah ketimbang jasmaniah. Homo Sapiens adalah makhluk yang mengeksplorasi dan mengeksploitasi alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahkan ketika menjadi Homo Deus, manusia berhasrat menjadi penguasa alam, kecerdasan yang berpadu dengan alam digital adalah modal utama untuk kehidupan yang abadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun