Mohon tunggu...
Saeful Ihsan
Saeful Ihsan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sarjana Pendidikan Islam, Magister Pendidikan

Seseorang yang hobi membaca dan menulis resensi buku.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Evolusi Lanjut Umat Manusia: Dari Homo Sapiens ke Homo Deva

25 Januari 2023   07:00 Diperbarui: 25 Januari 2023   07:14 1033
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sedang Homo Deva, ia merupakan spesies yang tidak mengejar imortalitas, ia tidak berhasrat untuk menjadi penguasa alam semesta. Melainkan hadir untuk mengobati bumi yang sakit akibat dirusak oleh Homo Sapiens. Selama jutaan tahun, sapiens sudah memakan energi yang dihasilkan oleh alam, baik dari mineral, tumbuhan, maupun dari hewan. Maka Homo Deva bertugas mengembalikan energi itu dalam rangka keseimbangan.

Homo Deva bermakna manusia ilahiah, sedang Homo Deus bermakna manusia Tuhan. Namun Homo Deva lebih bermakna positif, yaitu menolong kehidupan. Sedang Homo Deus bermakna negatif, makhluk yang menguasai segalanya dengan kerakusan yang dipunyainya. Tetapi perbedaan makna ini bukan dalam hal perbedaan istilah semata, melainkan argumentasi yang melandasi lahirnya kedua istilah ini, dan dari orang yang berbeda (antara Belknap dan Harari).

Belknap membagi makhluk hidup ke dalam lima kerajaan: kerajaan mineral, kerajaan tumbuhan, kerajaan hewan, serta kerajaan manusia. Pembagian serupa akan kita temukan dalam The Secret History of the World (Sejarah Dunia yang Disembunyikan) karya Jonathan Black, namun lebih sederhana (mineral, tumbuhan, dan hewan; manusia termasuk ke dalam kerajaan hewan). Lalu sapiens tampil sebagai penguasa kelima kerajaan itu.

Sapiens digambarkan sebagai jantung bumi, di mana denyut kehidupan di atasnya ditentukan oleh gerak spesies ini. Kini, menurut Belknap, bumi lagi mengalami serangan jantung, penyembuhan hanya bisa dilakukan jika sapiens berevolusi menjadi Homo Deva. Dari kehidupan jantung bumi menuju ke pusat kerongkongan bumi (konsep ini sesungguhnya membingungkan, apakah akan kita maknai secara harfiah ataukah metafor). Sedang kerongkongan adalah ambang menuju kepala, pusat pernafasan, kepala adalah tahap tertinggi dari kehidupan. 

Anggap saja kita membayangkan bahwa kepala bumi adalah tempatnya para dewa, kita harus mendekati tahap itu walau secara biologis kita tak mungkin naik ke sana.

Namun menurut Belknap, Homo Deva awal sudah hadir di muka bumi, jumlahnya mencapai kurang lebih 300 juta jiwa tersebar di setiap benua, dan akan sempurna pada tahun 2020. Ciri mereka adalah terlibat aktif dalam program-program kemanusiaan, mereka adalah makhluk-makhluk kreatif, inovator, dan penyembuh.

Sederet nama disebut sebagai Homo Deva awal, atau perintis lahirnya Homo Deva, semisal Fritjof Capra, Aung San Suu Kyi, David Spangler, dan beberapa lainnya, adalah tokoh-tokoh terbaik di alam kehidupan manusia di masanya. Nama lain bisa anda temukan pada bagian lampiran. Di antaranya dua nama yang sudah pasti ilahiah: Siddharta Gautama Buddha dan Yesus dari Nazareth.

Bagi umat Islam, manusia ilahiah yang mungkin setara atau melampaui Homo Deva adalah para Nabi. Mereka bukan hanya bertugas menyampaikan ajaran Tuhan yang termaktub dalam kitab suci, tetapi juga mereka hadir untuk menciptakan tatanan sosial, membangun peradaban, mendorong terjadinya perubahan cara berpikir bagi umat manusia dalam menghadapi alam semesta, juga mengajarkan rahasia di balik segala penciptaan.

Bisa dikata, bahwa para Nabi lah yang membawa peradaban teks, tulisan, kitab. Di mana fase manusia mengenal tulisan juga berarti suatu tahap manusia mengalami ledakan kebudayaan. Kita bisa berkata bahwa di fase itu manusia sedang mengalami evolusi kognitif dari yang tidak mengenal simbol huruf, menjadi manusia yang mampu membaca rangkaian huruf-huruf.

Tetapi mungkin para Nabi, termasuk juga di dalamnya dua tokoh ilahiah yang disebutkan belakangan (Buddha Gautama dan Yesus) adalah manusia ilahiah pada dirinya sendiri sebagai tokoh, kemudian keilahian itu akan melekat pada tingkatan spesies. Dengan kata lain, Homo Deva dimaksudkan bahwa manusia ilahi bukan lagi per individu, melainkan sudah pada tingkatan spesies. Mereka hidup bukan demi diri sendiri, melainkan demi menolong kehidupan planet bumi kita ini. 

Homo Deva adalah orang-orang yang aktif dalam kegiatan filantropi dan kegiatan-kegiatan kemanusiaan lainnya. Bisa juga dalam status sebagai pegawai profesional namun berbasis kreatifitas dan memiliki komitmen melindungi kehidupan umat manusia. Atau dalam posisi apapun, sepanjang dalam jiwanya memiliki naluri mendorong terwujudnya kehidupan yang mengutamakan kepedulian bersama pada tingkat spesies dan keplanetan. Serta turut dalam upaya pencegahan terhadap eksploitasi terhadap alam semesta, dan melindungi bumi dari kerusakan ekologis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun