Ini adalah akhir dari serangkaian pekerjaan renovasi di rumah abang saya. Sebelumnya, di akhir Juni, MTB 188 sudah menuntaskan beberapa pekerjaan ranovasi ini, dari pemasangan teralis sambung bagian kaki bagar yang karat, hingga memperbaiki tangga besi yang sempat rusak.
Mereka sempat libur sejak tanggal 2 Juli, memberi ruang untuk istirahat setelah minggu-minggu yang melelahkan. Tapi liburan bagi meraka adalah pekerjaan, mereka ambil kerja lagi di tmpat lain. Kemarin, 14 Juli, mereka kembali, memulai lagi dengan energi baru, dan hari ini, 15 Juli, mereka berniat menuntaskan semua, merampungkan sisa pekerjaan yang menunggu.
Bang Man tak banyak bicara. Dia bekerja seperti mesin yang sudah diprogram dengan rapi, tapi tetap punya sentuhan manusia yang penuh perasaan. Setelah pagar dibersihkan dari bekas las, ia mulai mendempul bagian-bagian yang kasar. Dempul itu diratakan dengan sabar, seolah ia sedang mengusap luka lama agar tak lagi terasa.Â
Setelah itu, mereka nanti mengatur engsel, memastikan lipatannya berjalan mulus. Saya memperhatikan bagaimana ia kadang membungkuk, kadang berdiri, gerinda, mengukur, mencoba, lalu memperbaiki lagi jika ada yang kurang pas, ada yang belum dibersihkan. Seperti seorang seniman yang sedang memastikan detail terakhir sebelum karyanya dipajang.
Cuaca mendung memang menjadi tantangan tersendiri. Hujan bisa turun kapan saja, membuyarkan rencana. Saat saya menulis ini, rintik hujan sudah mulai jatuh satu persatu. Cat butuh waktu untuk mengering, dan kelembapan udara bisa menghambat proses itu. Tapi bagi MTB 188, hujan hanyalah ujian kecil. Mereka terbiasa dengan cuaca Batam yang tak bisa ditebak. Bahkan ketika gerimis mulai turun tipis, mereka tetap bekerja, hanya menyesuaikan tempo sedikit. Waktu bagi mereka adalah sesuatu yang tak boleh disia-siakan.
Saya sempat menanyakan pada bang Man, "Kalau hujan turun deras, apa pekerjaan ini bisa selesai hari ini?"Â
Dia hanya tersenyum tipis, sambil tetap fokus pada engsel pagar. "Bisa, bang. Kita kejar. Besok MTB ada kerjaan lain," jawabnya singkat, tapi penuh keyakinan. Kalimat sederhana itu seperti janji yang tak perlu diperpanjang.
Memang benar, besok mereka sudah punya tawaran pekerjaan di tempat lain. Hidup mereka terus bergerak, dari satu proyek ke proyek berikutnya. Seperti roda besi yang terus berputar, tak pernah berhenti. MTB 188 bukan hanya sekumpulan pekerja, mereka seperti keluarga kecil yang bergerak bersama, saling menopang, dan selalu membawa nama baik mereka di setiap pekerjaan.
Saya pun kembali ke dapur, si mbak akhirnya menyiapkan kopi yang terlambat itu. Begitu saya bawakan, bang Man berhenti sejenak. Ia mengambil gelas, meniup perlahan, lalu meneguk sedikit. "Ah, ini baru pagi," katanya sambil tertawa kecil. Setelah itu, ia kembali bekerja. Kopi hanya jadi jeda, bukan alasan untuk berhenti lama.