Mohon tunggu...
Wahyuni Susilowati
Wahyuni Susilowati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Jurnalis Independen

pengembaraan raga, penjelajahan jiwa, perjuangan menggali makna melalui rangkaian kata .... https://www.youtube.com/c/WahyuniSusilowatiPro

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Tidur Nyenyak Baik untuk Mendetoks Otak

11 November 2019   20:15 Diperbarui: 11 November 2019   20:25 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tiga gelombang otak dalam fase tidur non-REM (doc.EurekAlert!/ed.Wahyuni)

Sebuah studi pada tahun 2013 pada tikus-tikus percobaan menunjukkan bahwa sementara binatang pengerat itu tertidur; berbagai racun dalam tubuh mereka seperti beta amyloid, yang dapat berkontribusi pada munculnya penyakit Alzheimer, tersapu bersih (Wired UK, 10 Nopember 2019).

Temuan itu membuat Laura Lewis, seorang peneliti dari Boston University (AS), tergerak untuk mencari tahu bagaimana racun-racun itu dibersihkan dan mengapa proses itu hanya terjadi selama tidur. Dia menduga bahwa cairan cerebrospinal, cairan bening seperti air yang mengalir di sekitar otak, mungkin terlibat.

Saat tidur otak melalui beberapa fase, mulai dari jatuh tertidur ke tidur nyenyak dimana kesadaran menghilang, sampai ke fase tidur dimana terjadi rapid eyes movement (REM, bola mata bergerak cepat di balik kelopak mata tertutup)  yang menunjukkan kita tengah bermimpi. Studi Laura dan kawan-kawan difokuskan pada fase tidur non-REM yang umumnya terjadi pada awal malam dan sebelumnya diketahui memiliki keterkaitan dengan retensi memori.

Para partisipan harus berbaring dan tidur di dalam mesin  magnetic resonance imaging (MRI).  Tim peneliti harus menjalankan tes di tengah malam untuk mendapatkan siklus tidur yang realistis. Mereka bahkan meminta subyek untuk tidur larut malam sebelumnya agar bisa langsung tertidur begitu tes dimulai.

Laura melengkapi para partisipan dengan topi elektroensefalografi (EEG) sehingga dia bisa memantau arus listrik yang mengalir melalui otak mereka. Arus-arus itu merupakan petunjuk fase-fase tidur yang dialami oleh subyek. Sementara MRI mengukur kadar oksigen darah di otak mereka dan menunjukkan berapa banyak cairan serebrospinal yang mengalir masuk dan keluar dari otak.

"Kami punya dugaan bahwa setiap metrik (pengukuran) ini penting, tetapi bagaimana metrik-metrik itu berubah saat tidur dan bisa terhubung satu sama lain selama tidur masih belum dapat dijelaskan," katanya.

Pada studi itu Laura menemukan bahwa sepanjang fase tidur non-REM, terlihat sejumlah besar gelombang-gelombang cairan cerebrospinal bergerak perlahan membersihkan seluruh wilayah otak. Hasil EEG menunjukkan bahwa hal itu terjadi karena sepanjang fase tidur non-REM, neuron-neuron mulai bersinkronisasi, nyala-padam dalam waktu bersamaan.

Awalnya gelombang listrik dimana kumpulan neuron berada berhenti bergerak. Saat kumpulan neuron berhenti berpendar untuk sementara hingga tidak butuh terlalu banyak oksigen yang  artinya aliran darah ke otak pun otomatis berkurang. Lalu, berdasarkan hasil pengamatan Laura dan tim, cairan cerebrospinal akan bergegas mengisi kekosongan di tempat yang semula dialiri darah.

"(Hasil penelitian) itu menunjukkan bahwa tidur bukan sekedar relaksasi," kata Maiken Nedergaard, seorang ahli saraf di University of Rochester yang memimpin studi pada tikus tahun 2013. "Tidur sebenarnya memiliki fungsi unik tertentu."

Saat kita terjaga, neuron tidak padam secara bersamaan sehingga kadar darah otak tidak mengalami penurunan yang memungkinkan gelombang besar cairan cerebrospinal beredar di sekitar otak untuk membersihkan semua produk sampingan metabolisme yang menumpuk, seperti beta amiloid.

Studi ini juga dapat memiliki aplikasi klinis untuk mengobati Alzheimer. Upaya terbaru dalam mengembangkan obat untuk menangani beta amiloid. terlihat menjanjikan di awal, namun semuanya gagal setelah masuk ke uji klinis.

Studi Laura memungkinkan untuk melakukan pendekatan baru dengan fokus pada peningkatan jumlah cairan cerebrospinal yang membasahi otak. Itu akan membantu membersihkan beta amyloid dan molekul sampah destruktif lain seperti tau, protein yang terjerat dalam otak pasien Alzheimer dan merusak koneksi antara neuron

Hasil penelitian Laura dan kawan-kawan yang diterbitkan dalam jurnal Science (10/11) itu diharapkan bisa melahirkan alternatif baru untuk mengobati dan mencegah penyakit neurodegeneratif seperti Alzheimer.Tentu saja masih diperlukan sejumlah penelitian tambahan untuk mendapatkan hasil sesuai kebutuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun