Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Resensi Buku: Sejarah (Pencarian dan Persepsi tentang) Tuhan

13 Juli 2022   21:11 Diperbarui: 14 Juli 2022   16:59 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tapi begitu Tuhan dinyatakan telah mati (tidak lagi diperlukan), muncul pernyataan yang sama vulgarnya: "Jika Tuhan belum mati, maka tugas manusia yang rasional untuk membunuh-Nya" (hlm 511).

Dan melalui buku ini, zat yang Maha dalam segala hal itu, diidentifikasi dengan beragam nama: El, Yahweh (YHWH), En Shof, Ruh Qudus, Tuhan Bapa, Tuhan Anak, Cahaya, Allah, Ilah, Atman, Wujud Tertinggi, Wujud berkecerdasan, Dasar Wujud, Sebab Pertama, Sebab yang Independen, Penggerak yang Tidak Digerakkan, Sumber Realitas, dan banyak lagi.

Proses pencarian yang belum tuntas itu, mungkin karena memang belum ada kecerdesan manusiawi, atau kosakata bahasa yang memadai, yang mampu menggambarkan zat dan eksistensi Tuhan.

Pengalaman spiritual merasakan kehadiran Tuhan, pada tahapan tertentu dalam proses kontemplasi, adalah pengalaman yang sangat personal dan subyektif. Ketika pengalaman itu coba diartikulasikan melalui bahasa lisan-atau-tulisan, pelaku umumnya gagal mendeskriprsikan pengalaman batin itu secara utuh. Akibatnya bisa diduga: pembaca dan pendengarnya semakin bingung.

Karena itu, para pencari Tuhan harus mempersiapkan mental-batinnya untuk menerima dan berangkat dari asumsi-asumsi yang paradoks. Melakukan konsentrasi total dengan cara memaksimalkan kemampuan berpikir abstrak dan simbolis.

Dalam Islam misalnya, seorang pencari Tuhan dituntut memaksimalkan imajinasi spiritualnya untuk memahami (lebih tepatnya: merasakan) kombinasi yang utuh, antara dua para varibel yang saling menegasikan (menurut logika normal), misalnya, antara sifat Allah Ar-Razzaq (Maha Pemberi rezki) versus Al-Mani' (Maha Pencegah rezki), atau antara Al-Mu'izzu (Yang Maha Memuliakan) versus Al-Mudzillu (Yang Maha Menghinakan).

Jika tidak mampu melakukannya, ada nasehat praktis: "Jangan memikirkan zat Allah, namun berpikirlah tentang (kehadiran Allah dalam) makhluk-makhluk-Nya".

Karena tak terjangkau oleh akal rasional, maka semua terminologi tentang pengalaman merasakan Tuhan semestinya tidak dipahami berdasarkan makna yang normal dari kata dan terminologi itu. Istilah-istilah itu mesti diposisikan sebagai metafora atau bahasa simbol: wahdatul-wujud (untuk sebagian kalangan sufi-tarikat Islam); inkarnasi atau tiga oknum dalam konsep Trinitas  (umat kristiani). En Shof (bagi Yahudi).

Memang ada pemahaman yang mengatakan, ilmu dan pengetahuan tentang Tuhan akan tercapai justru ketika seseorang mencapai puncak ketidaktahuan. 

Jika tangga pengetahuan tentang Tuhan diasumsikan pada skala 1 sampai 10, seorang pencari Tuhan yang tiba di skala 10, pada akhirnya akan berkesimpulan bahwa ia tidak tahu, dan ketidaktahuan yang muncul justru setelah mencapai puncak pengetahuan itu, akan mengantarkannya untuk merasakan kehadiran Tuhan.

Denga kata lain, ketika tiba di skala 10 itu, seorang hamba pencari Tuhan akan mengubah sukmanya menjadi seperti setetes air tawar, yang dibuang ke laut samudera. Lalu setetas air tawar itu tak lagi bisa dipilah dari air samudera. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun