Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pribumi yang Bias Agama, Bias Jejak Sejarah

21 Oktober 2017   10:43 Diperbarui: 21 Oktober 2017   12:36 1142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya membaca beberapa kajian yang mengacu pada jejak sejarah, antropologi dan bahkan genetika terkait orang yang disebut pribumi Indonesia. Tapi belum satu pun yang diterima sebagai konsensus ilmiah, yang memiliki basis teoritis yang kuat. Artinya, semua kesimpulan tentang asal-usul orang Indonesia masih debatable.

Tapi artikel ini tentu tidak akan berdebat soal asal-usul manusia Indonesia. Saya bukan ahli genetika, bukan juga pakar antropologi. Dan bacaaan atau pemahaman saya tentang sejarah klasik Indonesia belum begitu bagus.

Artikel ini hanya akan coba fokus pada ulasan sekilas tentang karakter atau ciri-ciri terkait dengan "klaim pribumi di Indonesia", dengan mengambil Sumpah Pemuda 1928 sebagai landasan periodik waktu. Dan kesimpulan sementaranya: kata 'pribumi' dan 'non-pribumi' sangat bias agama, bias jejak sejarah dan bias minoritas. Tiga bias utama itu, yang ditingkahi bias-bias lainnya, saling campur aduk. Akibatnya, amat sulit memilahnya.

Bias agama

Pribumi yang bias agama dapat ditemukan misalnya dalam perbedaan perlakuan antara orang China Muslim dan orang China non-Muslim. Di sini, faktor agama lebih menonjol atau ditonjol-tonjolkan dibanding soal keturunan ras.

Dengan kata lain, keturunan China yang Muslim, seakan dapat diterima sebagai "pribumi". Begitu pula sebaliknya,  China yang non-Muslim seakan belum utuh sebagai pribumi. Dan perbedaan perlakuan seperti ini merata secara komunal dan bisa ditemukan bahkan melalui obrolan-obrolan lepas di warung-warung kopi.

Sementara warga keturunan selain China, dari Arab misalnya, bias agamanya juga tampak lebih menonjol. Artinya, keturunan Arab yang Muslim atau keturunan Bombay yang Muslim seolah-olah diterima sebagai "pribumi", atau keturunan yang dipribumikan.

Mungkin itulah sebabnya mengapa perlakuan publik dalam Pilgub DKI 2017 sangat berbeda terhadap Ahok (keturunan China non-Muslim) dan terhadap Anies Baswedan (yang juga keturunan Arab, tetapi Muslim). Kompleksitas ini menciptakan kebingungan lanjutan: sulit membedakan apakah ini agama yang bias etnis dan etnis yang bias agama.

Bias jejak sejarah

Pribumi yang bias agama tersebut menjadi semakin kompleks, bila dikaitkan dengan jejak sejarah, dalam arti keterlibatan dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan kebangsaan.

Dan acuannya sederhana. Tengoklah daftar pahlawan nasional, akan segera ketahuan siapa-siapa dan dari suku mana saja, yang aktif bergerak dan bergulat dalam perjuangan kemerdekaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun