Mohon tunggu...
Ryo Kusumo
Ryo Kusumo Mohon Tunggu... Penulis - Profil Saya

Menulis dan Membaca http://ryokusumo.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menguak "Arab Spring-Indonesia" dan Jejak Radikalisme

15 Januari 2019   12:06 Diperbarui: 15 Januari 2019   12:10 4852
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: http://www.aljazeera.com

Dimulai dari Ikhwanul Muslimin. Saya yang kuliah di masa awal reformasi sempat mengikuti beberapa Gerakan Tarbiyah yang diinisiasi oleh Lembaga Dakwah Kampus (LDK), saya baru tahu belakangan bahwa di balik Tarbiyah (dan LDK) adalah PKS setelah saya diberi buku oleh senior kampus, buku itu adalah buku karangan Anis Matta. Saya diminta membaca habis buku itu, lantas bercerita isi buku kepada kawan-kawan yang lain.

Bukan hanya itu. Di dalam Kampus pun gerakan Tarbiyah memainkan politik praktis, seperti ikut dalam pemilihan ketua Senat Mahasiswa, menguasai lembaga eksekutif kampus dll. Dari sini cikal bakal sistem IM berjalan.

Begitu pun Hizbut Tahrir, bedanya, HT bermain langsung ke dakwah-dakwah kampus, berawal dari kampus Bogor. HT tidak bermain politik di dalam kampus, HT menjaga jarak dengan fokus dakwah di masjid-masjid tertentu. Seperti Bogor, UIN dan Masjid Salman Bandung.

Khusus Masjid Salman Bandung ITB, sedari dulu memang sudah dipakai untuk diskursus agama. Para Mahasiswa digodok kematangan ilmu dan filosofinya, menginap di Masjid bukan hal yang aneh. Segala aliran ada disitu, tapi yang paling dominan memang pemikiran IM dan HT. IM dan HT dinilai paling rasional untuk diterapkan.

Sedangkan Al Qaeda, ISIS ataupun Jamaah Islamiyah bukan sebuah pemikiran, melainkan sebuah gerakan. Info saja, HT bertentangan dengan ISIS. HT menginginkan penerapan Daulah Islamiyah secara total tanpa kekerasan. Sedangkan ISIS ingin penerapan itu berlangsung total dengan menghalalkan segala cara.

Terlihat kan bedanya?

Namun ketiga kelompok ini (ISIS, HT dan IM) memiliki irisan yang sama, merasa paling benar dengan ke-Khilafahan Islam. Lantas bagaimana caranya mereka eksis di Indonesia?

Indonesia adalah negara multi-kultur, meskipun Islam adalah mayoritas. Indonesia memiliki NU dan Muhammadiyah sebagai basis Islam. Sulit masuk ke Indonesia selain mendompleng kepentingan penguasa atau calon penguasa.

Yang paling siap adalah IM melalui PKS-nya. PKS pun sudah memiliki kursi di parlemen. Namun IM memiliki kelemahan substansial, yaitu kegagalan mengelola negara. Tunisia dan Mesir tak kunjung membaik, bahkan semakin buruk ekonominya. IM hanya siap merebut, namun tidak siap menjalankan.

Ini tampak pada PKS di Indonesia, bisa mendapat kursi di parlemen sepertinya sudah membuat puas para elit PKS. Kasus korupsi bertubi-tubi membuat PKS semakin lama semakin ditinggalkan pengikutnya. Sebelum tenggelam PKS harus mencari jalan lain, bergabung dengan partai oposisi lain: Gerindra.

Toh Gerindra dengan Prabowo sudah didukung terlebih dulu oleh FPI, seperti yang saya ceritakan di awal. Melalui hubungan Kivlan dan Prabowo sebagai pembentuk embrio FPI. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun