Mohon tunggu...
Ryo Kusumo
Ryo Kusumo Mohon Tunggu... Penulis - Profil Saya

Menulis dan Membaca http://ryokusumo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sang Guru dalam Metode Kekinian

26 Desember 2015   21:41 Diperbarui: 26 Desember 2015   21:51 792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Terus dulu sewaktu marak calistung itu bagaimana?".

"Iya memang kebanyakan yang ngajar SD sekarang itu guru-guru muda, terutama swasta ya, sekolah elit. Yaah guru-guru kekinian lah, jadi sewaktu banyak calistung mereka menerapkan calistung juga, tapi setelah ada peraturan itu ya berkurang, calistung dihapus, tapi beberapa mungkin masih ada".

Oke, dapat satu kata kunci: Kekinian, metode-metode kekinian yang entah di adopsi dari mana, dari siapa atau bahkan dari apa sudah menjadi trend bahkan menjadi text book wajib tentang tata cara mendidik anak. Bukan hanya tentang metode makan, tapi juga pada kurikulum.

Saya mengkritik soal metode cara makan bayi BLW (Baby Led Weaning) yang diadopsi dari Amerika, anda bisa cari di google soal apa itu BLW, tapi intinya BLW banyak diterapkan di Amerika dengan latar belakang ibu-ibu yang super sibuk bahkan sekedar untuk menyuapi anaknya, sehingga timbulah ide untuk memberi makan anaknya dengan cara berbeda yang lebih simple.

Indonesia 'kekinian' mengadopsi juga. Dengan latar belakang yang kurang jelas, Indonesia mengadopsi metode itu dengan berbagai alasan kebaikan, yang menurut saya itu karena; pertama terbatasnya waktu dimana kedua pasangan bekerja, kedua adalah malas untuk nge-blender makanan dan menyuapi si anak yang seringkali rewel.

Latar belakang itu juga yang sepertinya di terapkan oleh banyak guru-guru kekinian 'yang elit' di dunia pendidikan Indonesia, banyak dari mereka yang ingin muridnya sudah setengah atau bahkan 3/4 jadi, sudah bisa baca, tulis dan berhitung dasar.

Sehingga mereka nantinya tinggal mengarahkan kepada ajaran yang lebih kompleks..yang lagi lagi..hanya membawa anak kepada pendidikan kognitif, berhitung, menghafal, berhitung dan menghafal lagi..itu saja bolak balik.

Jangan sampai ditemukan alasan bahwa para guru kekinian itu malas juga untuk mengajari satu per satu anak yang masih buta huruf yang rewelnya setengah mati itu. Tapi mudah-mudahan itu tidak akan terjadi.

Guru-guru di Indonesia adalah guru-guru yang diciptakan dari hati, mereka jadi guru karena memang ingin jadi guru. Bukan karena tekanan hidup.

Mereka (para guru kekinian) itu sepertinya hanya terbawa suasana hype dan terlalu eksis di acara kupas tuntas kurikulum, bingung kok kurikulum berubah lagi berubah lagi.

Akhirnya mereka berujung pada satu kesimpulan: Ternyata kurikulum Indonesia memang kurang elit, lawas, kurang menjual kalau di posting di Instagram.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun