Mohon tunggu...
Ryan Perdana
Ryan Perdana Mohon Tunggu... Administrasi - Pembaca dan Penulis

Kunjungi saya di www.ryanperdana.com dan twitter @ruaien

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Perjalanan Karierku sebagai Gitaris (Bagian 2)

30 Juli 2020   11:58 Diperbarui: 30 Juli 2020   13:08 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Koleksi Pribadi

Setelah menghabiskan dua buku gitar klasik, Mas Andi minta waktu bicara dengan Bapak. Mas Andi menyampaikan, jika ingin terus menekuni gitar klasik, tidak akan ada habisnya. Buku pelajaran gitar klasik menurutnya tersedia sampai ribuan seri.

Usai khatamkan dua buku, dirasa cukup oleh Mas Andi. Ia berkata, saya bisa mengikuti dengan baik dan pantas digiring ke tahap berikutnya. Mas Andi bilang, lebih baik saya bergeser ke gitar elektrik, dan menyarankan Bapak membelikan gitar elektrik sebagai sarana belajar.

Gitar elektrik disarankan dipelajari karena lebih lazim digunakan di dunia pertunjukan. Sederhananya, kalau mau ngeband ya pakai gitar elektrik. Kemudian, dua buku gitar klasik sudah pas menjadi dasar. Memang betul, dari dua buku, saya  terbiasa membaca not balok. Telah bisa pula mainkan beberapa komposisi klasik dengan lumayan.

Saat Mas Andi meminta Bapak untuk belikan gitar, darah saya berdesir kencang. Impian menjadi The Next Brian May hanya berjarak sekian inchi di depan mata.

***

Ada jeda beberapa detik antara permohonan Mas Andi dan jawaban Bapak. Terjadi keheningan yang mencekam. Bapak menjawab dengan bercerita. Jika bermain musik tidak disertai dengan kesadaran dan kepandaian membagi waktu, akan merusak segala rencana.

Maksud Bapak, musik bisa membuat sekolah tak menjadi prioritas. Masalahnya, ada contoh nyata. Anak seorang temannya kuliah terhenti di tengah jalan.

Langsung, les privat dihentikan. Tak pernah ada cerita punya gitar elektrik.

Tentu keputusan Bapak mengecewakan. Sebagai anak SMP yang sedang semangat-semangatnya, lalu harapan pupus karena keputusan orang tua, tentu ada nggerundel dalam hati. Mimpi harus dikubur.

Setelahnya, gitar sekadar menjadi penghibur di sela sekolah. Tetap, saya tetap senang bergitar, tapi tidak semenggebu sebelumnya. Kekecewaan perlahan luntur, sedikit demi sedikit keputusan Bapak bisa diterima. Pasti beliau inginkan yang terbaik bagi anaknya.

Melompat ke kelas 2 SMA, terdengar ada sebuah studio musik baru dibuka. Ada juga les gitar elektrik di sana. Saya langsung tertarik dan mengunjunginya. Secara letak hanya 500 meter dari rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun