Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kisah Klasik "Batas Air" Dalam Berbagai Versi

12 Juni 2013   22:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:07 879
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Artikel yang membahas buku Shin Suikoden (sumber gambar : lamfaro.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="526" caption="Artikel yang membahas buku Shin Suikoden (sumber gambar : lamfaro.com)"][/caption] Mungkin baru kali ini saya membeli buku yang kisahnya sama namun versinya berbeda.  Buku itu adalah kisah Tiongkok klasik "Batas Air", yang satu merupakan terjemahan dari karya aslinya yang berbahasa China/Mandarin, sementara yang satu lagi merupakan terjemahan dari versi Jepangnya.  Kenapa saya sampai membeli dua versi dari kisah tersebut? Jawabannya sederhana, "Batas Air" memang bagus.

Shui Hu Zhuan

Inilah versi orisinal dari kisah "Batas Air" atau di bukunya disebut "Tepi Air" karya Shi Nai'An.    Buku terbitan Bhuana Ilmu Populer (BIP) saat posting ini ditulis sudah masuk seri ke-2.  Bab Pendahuluan dalam buku setebal 492 halaman (untuk seri pertama) ini ditulis oleh Shi Nai'an sendiri. Orisinalitas.  Itu yang saya cari dari Shui Hu Zhuan.  Mengingat "Batas Air" adalah karya sastra dari Tiongkok, tentu atmosfer China kuno akan terekam lebih pas di versi aslinya.  Dan memang saya mendapatkannya.

Shin Suikoden

Ini versi populer dari kisah "Batas Air" yang ditulis kembali oleh Eiji Yoshikawa.  Kenapa saya bilang versi populer?  "Shin Suikoden" yang diartikan sebagai "Petualangan Baru Kisah Klasik Batas Air" menggunakan gaya bahasa yang lebih enak dibaca ketimbang "Batas Air"-nya Shi Nai'an. Diterbitkan pertama kali pada bulan Januari 2011, saat ini "Shin Suikoden" sudah masuk seri ke-3.  Dan ternyata di Jepang sendiri "Shin Suikoden" sudah diterbitkan sejak tahun 1990.

Versi Lainnya

Di luar kedua versi yang saya miliki, "Batas Air" juga ternyata memiliki versi terjemahan bahasa Inggris yang berjudul "Water Margin" (JH Jackson) serta "All Men Are Brothers" (Pearl S. Buck).  Dan seingat saya, dulu kisah ini lebih populer dengan nama "Kisah 108 Pendekar Liang Shan" dengan salah satu tokohnya adalah Wu Sung, si Pembunuh Harimau. Dari banyaknya terjemahan saja sudah membuktikan bahwa "Batas Air" adalah sebuah karya sastra yang menakjubkan.  Sebuah karya dunia seperti Sam Kok dan Mahabharata (mungkin Kompasianer bisa menambahkan?) Kisahnya sendiri memang - sejauh yang sudah saya baca, menarik dan rumit.  Kisah tentang seorang raja yang bijaksana namun kurang mengetahui kondisi riil masyarakatnya, kisah tentang merajalelanya suap di kalangan pejabat-pejabat pusat maupun daerah pada masa tersebut, kisah tentang legenda 108 bintang jahat yang terlepas kembali ke dunia akibat keras kepalanya seorang Jenderal, dll.  Dan pada akhirnya kisah tentang orang-orang yang terbawa takdir dan bertemu kemudian bersatu membentuk sebuah kelompok di Gunung Liang (Ryou Zan Paku di buku "Shin Suikoden") sebagai bentuk perlawanan terhadap pemerintah. Mungkin sebagian Kompasianer ada yang bergumam, "Kok ceritanya sangat mirip dengan game Suikoden?"  Ya, karena saya penggemar serial game "Suikoden", maka saya tertarik membeli buku "Shin Suikoden".  Setelah tahu bahwa judul asli karya ini adalah "Batas Air", saya pun bergegas mencarinya. Game "Suikoden" buatan Konami memang terinspirasi dari kisah "Batas Air" - terutama soal 108 bintang yang dalam game-nya disebut sebagai Stars of Destiny.  Plotnya juga sama, berkisah tentang seorang yang bukan siapa-siapa menjadi seseorang yang berperan besar dalam sejarah. "Saya menulis kisah ini karena iseng belaka." tulis Shi Nai'an dalam pengantarnya di buku Shui Hu Zhuan.  Jadi, Kompasianer mau memilih versi yang mana?  Jepang?  China?  Barat?  Semua sama mempesonanya. Selamat membaca! Catatan : Tulisan ini merupakan republish dari tulisan saya di ryanmintaraga.net

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun