Mohon tunggu...
Rustian Al Ansori
Rustian Al Ansori Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis kehidupan, Menghidupkan tulisan

Pernah bekerja di lembaga penyiaran, berdomisili di Sungailiat (Bangka Belitung)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Akhiri Mimpi dalam Tidur Panjang

7 April 2020   07:20 Diperbarui: 23 November 2020   07:19 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Kapan ajal akan datang, tidak ada yang tahu. Termasuk Erta. Perempuan yang sebentar lagi menginjak usia lima puluh tahun.

Berangsur kerut wajahpun mulai tampak. Tak lama lagi akan menopause. Wajahnya yang memang tidak cantik, akan bertambah tidak menarik.
Batin Erta akhir-akhir ini terasa tidak nyaman. Ia berupaya menghibur diri. Mimpi buruk sering hadir dalam tidurnya. Ia menjadi sulit tidur. Ingat kata-kata orang tua dulu,” orang yang sudah menuju usia lanjut ketika merasa sulit tidur, sebagai tanda-tanda mendekati ajal.”

Erta tidak takut mati. Baginya kematian merupakan bagian dari akhir sebuah kehidupan yang akan dihadapi setiap orang. Cepat atau lambat ajal akan datang, bukanlah sesuatu yang menakutkan. Namun dalam satu mimpi ia didatangi sosok bersurban yang mengatakan, ”Kau tidak akan masuk surga, sebelum orang yang kau fitnah memaafkanmu.”

Erta ingat siapa yang pernah difitnahnya.
Ia pun merasa ibadahnya selama ini sia-sia. Bila kata maaf itu tidak didapat. Kesombangan yang ada pada dirinya telah membuat ia merasa apa yang sudah dilakukan dengan menuduh tanpa bukti, jelas -jelas fitnah itu adalah bagian dari upayanya untuk menjatuhkan orang lain.
Ia merasakan balasan itu. Baginya sudah cukup cobaan yang alaminya. 

Ia merasakan benar-benar tidak nyaman. Satu keinginannya saat ini yang belum tercapai, mengembalikan masa lalu yang serba berkecukupan. Masa berlimpah dengan uang ketika suaminya masih menduduki jabatan. Kini suaminya sudah lama non job. Sudah berupaya mendapatkan jabatan tinggi, namun tak kunjung di dapat.

Bagaimana caranya? Otak licik Erta terus mencari ide yang bagus. Jurus menjilatnya ia mainkan. Berkumpul bersama istri-istri pejabat sudah lama tak dilakukan semenjak suaminya non job. Kali ini ia mulai mengambil hati istri yang suaminya memiliki kuasa, yang mungkin bisa membatu suaminya meraih jabatan empuk yang diinginkan.

Tapi mendapatkan jabatan tinggi harus melalui prosedur lelang.

”Sudahlah, itu hanya formalitas saja untuk memenuhi syarat saja, ujung-ujungnya keputusan tergantung selera si penguasa,” kata seorang ibu, istri pejabat yang memberinya semangat.

Kecil harapan Erta. Ia pesimis, merasa suaminya bakal non job hingga pensiun. Hati kecilnya berkata, suaminya tidak pintar-pintar amat. Waktu menjabat, terlalu banyak dinas luar, agar dapat legal mengabil uang lebih. Terlalu banyak dinas luar sehingga pekerjaan di kantor banyak terabaikan dan anak buahnya sulit untuk bertemu membicarakan soal pekerjaan karena waktunya banyak dihabiskan berada di luar daerah. Karena itulah suaminya di non job pimpinannya.

Erta sakit. Ada kanker yang bersarang ditubuhnya. Ia akan menjalani kemotrapi. Keraguan menyeruak dibenaknya, karena kebanyak penderita kangker yang melakukan kemotrapi selalu berakhir dengan kematin. Ia sudah siap mati.

”Ya, sudahlah jalani saja,” pasrah Erta.

Meskipun sedang sakit, otak Erta masih tetap menari-nari mencari akal agar bisa meraih kembali kendudukan suami yang sempat hilang. Ia berupaya mencari dukungan, kepada siapa pun termasuk kekuatan politik. Kendati sebenarnya jabatan tinggi yang bakal diduduki merupakan kedudukan profesional sebagai seorang Aparatur sipil negara.

Masih ada aset yang dimiliki dan simpanan uang sebagai modal bila dibutuhkan untuk menyuap.

”Kan masih ada rumah kita yang tidak sedang dikontrakan bisa untuk dijual,” ujarnya kepada suami.

”Sudahlah ma, jangan dipikirkan.”

”Papa harus menduduki jabatan lagi.”

”Biar aku bisa lakukan itu.”

”Kalau tidak dengan uang, tak akan bisa mendapatkannya.”

”Maksud mama kita menyuap?”

”Apa lagi ?”

”Kita bisa ditangkap tangan KPK.”

”Jangan berkomunikasi via telepon pa, nanti disadap.”

Sedang sakit saja, pikiran licik Erta masih tetap jalan sempurna. Suaminya semakin bersemangat setelah mendapat ide brilian istrinya. Salah satu rumahnya akan dijual. Ada beberapa asetnya yang lumayan nilainya. Bila dibandingkan dengan pengasilannya, bisa menimbulkan kecurigaan dari mana ia bisa mengumpul harta sebanyak itu.

Warisan? Tak ada warisan yang signifikan. Orang tuanya dulu bukanlah orang kaya. Bahkan dimasa tua, orang tuanya sangat bergantung hidup dengan Erta dan suaminya.Suami Erta memang sudah melaporkan harta kekayaannya kepada KPK, namun nilainya tidak sebanyak yang ia miliki yang dilaporkan.

”Saya sudah mendapatkan orang yang akan menolong papa agar bisa mendapatkan jabatan itu, ma.”

"Syukurlah, mama ingin melihat papa diambil sumpah dan dilantik nanti menjelang ajal mama datang.”

”Jangan bicara seperti itu, ma.”

Suaminya berupaya menyemangati Erta agar kuat menghadapi kangker yang sudah stadium empat. Sesekali Erta menahan rasa sakit dibagian dadanya. Bila sakit itu teramat sangat, Erta merasa ajalnya sudah semakin dekat.

”Bila papa sudah menduduki jabatan nanti, mama akan sangat bangga.”

”Semoga harapan mama bisa terwujud.”

”Mama bisa mendampingi papa saat pelantikan dan mendapat ucapan selamat dari banyak orang.”

”Ya.”

Erta, sudah lama tidak merasakan bagaimana orang-orang membutuhkannya. Memuji-muji dirinya, meminta tolong, mengiba-iba memohon bantuan. Ia merasa bangga karena dibutuhkan.

Kanker tak bisa dihentikan, terus menggerogoti dinya. Sakit bukan berarti mematikan ambisi-ambisi besarnya. Bukannya bertobat menjelang kematian, namun terus mengasah pikiran liciknya dengan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuatu yang sulit didapatkannya.

Sudah jodoh, sehingga seiring sejalan dengan suaminya. Ide istrinya akan dijalankan suaminya, walaupun dengan cara-cara curang. Memang banyak yang gagal. Tak menyurutkan perjuangan, meskipun uang ratusan juta rupiah sudah keluar untuk memberi suap.
Pasangan suami istri ini, tak merasa rugi. Harta yang didapat dengan mudah dari korupsi, begitu pula keluarnya dengan mudah. 

Jabatan yang diincar suaminya, Erta sudah menghitung-hitung berapa lama uang yang akan dikeluarkan untuk nyogok bisa kembali modal. Niat sudah buruk. Tak bakal kinerja akan baik. Otaknya dipenuhi dengan akal-akalan, agar ada yang bisa dikorupsi.

”Ma, papa bakal dilantik.”

”Sudah ada kepastian, pa.”

”Sudah.”

”Uangnya sudah diantarkan?” napas Erta terengah-engah.

”Sudah.”

”Aman kan, pa? ” ucapnya pelan.

Suaminya mengangguk. Erta legah, tapi ia merasa tak akan bisa hadir dalam pelantikan suaminya karena tubuhnya semakin lemah. Erta harus kembali dirawat inap di rumah sakit. Keinginannya dapat mendampingi suami, sehingga ia masih dianggap sebagai istri pejabat tak tercapai. Sudah lama tak lagi jadi istri pejabat, karena suaminya lama non job.

Tubuh Erta sangat lemah. Tim dokter berupaya memberikan pertolongan. Ia menunggu ajalnya. Di ruang ICU tak ada yang menemani, suaminya juga tak menemani karena sedang dilantik menjadi pejabat.

Peralatan medis tersambung ke tubuhnya, upaya memperpanjang usia hidup Erta. Suaminya datang masih mengenakan jas berdasi, setelah dilantik. Erta masih sadar, bola matanya mengarah kepada suaminya. 

Tiba- tiba tatapannya sinis, melihat ada wanita cantik berseragam dekat suaminya.

Erta cemburu. Dalam kondisi tak berdaya, rasa cemburunya berkenyamuk.

”Perempuan itu akan menggantikan posisiku,” batinnya.

Erta terus diam di atas tempat tidur, hingga matanya terpejam rapat.
Hingga Erta dinyatakan dokter meninggal dunia. Ia pergi untuk selamanya dengan membawa ambisi besar terkubur bersama jasadnya.

Keesokan  harinya. Surat kabar memberitakan acara pelatikan suaminya sebagai pejabat. Bersamaan dengan ucapan selamat atas pelantikan suaminya dan di kolom lain memuat ucapan belasungkawa atas meninggalnya Erta.

Sungailiat, 6 April 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun