Mohon tunggu...
Rusman
Rusman Mohon Tunggu... Guru - Libang Pepadi Kab. Tuban - Pemerhati budaya - Praktisi SambangPramitra
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

"Hidupmu terasa LEBIH INDAH jika kau hiasi dengan BUAH KARYA untuk sesama". Penulis juga aktif sebagai litbang Pepadi Kab. Tuban dan aktivis SambangPramitra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rusman: Wayang, Pergulatan Setyaki dan Buriswara (2)

7 Maret 2019   12:29 Diperbarui: 19 Maret 2019   16:40 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setyaki yang sedang istirahat di dalam kereta didekati Burisrawa dan diancam mau dibunuh.
Dengan tenangnya Raden Setyaki kemudian menjawab: "Wahai saudaraku Burisrawa, apakah engkau bermaksud membunuh aku?"

Pertanyaan itu laksana menghantam dada adik Banowati itu sehingga terasa akan meruntuhkan segenap tulang iganya.

Betapa tidak, sudah lama ia mendengar ketangguhan Setyaki, yang walaupun bertubuh kecil pendek tapi tangannya bagaikan palu godam. 

Bayi Setyaki itulah yang konon telah membunuh Prabu Singamulanjaya di Kerajaan Swelabumi dan kemudian manjing di hangganya.

Dan kini di saat Setyaki muda sedang duduk di kereta menunggu Kresna yang sedang bertugas sebagai duta agung Pandawa, Burisrawa bermaksud menjajal kehebatan adik ipar Kresna itu. 

Tapi ternyata di kandang musuhpun Setyaki sama sekali tak gentar.

Sesaat Burisrawa terdiam, namun kemudian dia mencoba mengerahkan segenap kekuatan dan keberaniannya untuk menjawab. 

Hanya sepatah kata : "Ya!
Kembali Setyaki tersenyum. 

Senyum yang menggoncangkan hati si Burusrawa. Di mata adik ipar Duryudana ini, Setyaki sekarang bukan lagi seorang lelaki kecil yang kerempeng. 

Apalagi saat Setyaki dengan tenangnya turun dari atas kereta dan justru melangkah mendekati dirinya dengan wajah tengadah.

Kini justru Burisrawa si anak Salya itu yang bergetar hatinya. Diam-diam iapun menyesal menuruti perintah paman Sengkuni untuk memberi pelajaran pada anak ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun