Meski begitu tidak sedikit pula diantara para raksasa yang tidak sempat menyelamatkan diri, mati hanyut dilanda air bah.Â
Kejadian tersebut menimbulkan kemarahan Rahwana. la segera meminta pamannya didampingi abdi kesayangannya Ditya Kala Maricha, untuk segera mencari penyebab banjir bandang itu.
Maka dalam waktu tak lama Kala Maricha telah kembali menghadap.Â
Ia melaporkan bahwa yang menyebabkan luapan air sungai dan menghancurkan pesanggrahan adalah ulah Prabu Arjunasasrabahu. Raja Maespati itu telah bertiwikrama menjadi raksasa yang sangat besar dan tidur melintang di muara sungai.
"Paman patih, siapa sebenarnya raja Maespati itu?" tanya Rahwana sambil menggeram.
"E..e..e.., ngger anak prabu, sebaiknya kita mengalah. Arjunasasrabahu itu raja yang tiada terkalahkan, dia itu titisan bethara Wisnu yang memiliki kesaktian luar biasa, ngger?"
"Apa paman Prahasta meragukan kemampuanku?"
"Oo.. sama sekali tidak ngger. Kaupun adalah raja muda yang sangat sakti pula. Tapi untuk sementara kita mengalah saja, anakku."
"Heem.., ternyata paman adalah pembual belaka. Bukankah paman sendiri tahu, dewa Syiwa telah menjanjikan tak ada satupun manusia yang mampu membinasakan aku."
"Tapi ngger, ia itu Wisnu. Coba lihat, sungaipun bisa ia bendung hanya dengan tubuhnya dan tangannya yang tak terbilang jumlahnya."
Sejenak Rahwana terdiam. Agaknya raja Alengka ini berpikir pula tentang kperingatan pamannya itu. Tapi bukan Rahwana namanya kalau mudah menyerah.
Dengan sedikit menggeram raksasa itu berkata: "Siapkan pasukan yang tersisa paman. Aku ingin raja itu membayar atas semua prajuritku yang mati keterjang air bah itu".