Mohon tunggu...
Rusdianto AR
Rusdianto AR Mohon Tunggu... Mahasiswa

Baca buku

Selanjutnya

Tutup

Love

percakapan16

25 Juli 2025   00:32 Diperbarui: 25 Juli 2025   00:32 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
penulis dari cerita Percakapan 16, sebuah kisah tentang ruang, waktu, dan percakapan yang tak pernah tersampaikan."

Percakapan yang Tak Pernah Selesai: Sebuah Cerita Tentang Ruangan Enam Belas

Ada ruang-ruang tertentu yang mampu mengikat kenangan dengan begitu erat, seakan setiap dindingnya menyimpan potongan rasa yang enggan pudar. Ruangan itu adalah salah satunya. Ia bukan sekadar kelas, bukan sekadar tempat untuk belajar, melainkan ruang yang menyimpan cerita yang tak pernah selesai. Cerita tentang keberanian yang datang terlambat, tentang kata-kata yang gagal menemukan jalan, dan tentang cinta yang memilih untuk diam.

Hari itu, ruangan itu tampak sama seperti biasa. Dindingnya masih berdiri dengan warna yang perlahan memudar. Cahaya matahari menerobos lewat jendela, memantul lembut pada meja-meja kayu yang berderet rapi. Hanya ada satu hal yang berbeda iyalah ragamu sudah tak lagi di sana.

Bagi orang lain, ruangan itu mungkin tak memiliki arti apa-apa. Namun bagiku, ia adalah rumah bagi percakapan yang tak pernah selesai. Sebuah tempat yang menahan ribuan kata dalam keheningan, menunggu keberanian yang tak pernah lahir.

Kenangan yang Tak Terhapus

Aku masih ingat jelas hari dimana kita ada didalam. Kau, dengan masker hitam yang menutupi sebagian wajahmu, namun tak mampu menyembunyikan sorot mata yang teduh. Cahaya matahari jatuh di jilbab hitammu, menciptakan bayangan lembut yang begitu sulit kulupakan.

Aku duduk di sisi kirimu, berpura-pura sibuk dengan catatan, padahal dalam diam aku menghabiskan waktu untuk menatapmu. Setiap gerakanmu seperti sinyal, setiap helaan napas mu seolah mengisi ruang kosong dalam diriku. Aku ingin bicara, ingin berbicara sederhana---tentangmu. Namun setiap kali lidahku mencoba bergerak, keberanian itu runtuh begitu saja.

Hari-hari berlalu. Pertemuan kita di ruangan itu menjadi kebiasaan yang selalu kutunggu. Dalam pikiranku, percakapan itu selalu ku susun, kalimat demi kalimat, seakan aku sedang menulis naskah kehidupan yang sempurna. Tapi kenyataan selalu berbeda aku hanya menunduk setiap kali kau menoleh, takut tatapanmu akan membaca isi hatiku.

Kisah dalam Catatan

Karena tak mampu mengatakannya, aku memilih menulis. Aku beri nama buku itu "Ruangan 16". Dalam halaman-halamannya, aku mengabadikan setiap detail tentangmu cara ragamu bergerak saat angin menerobos jendela, bagaimana kau menyilangkan kaki ketika mendengarkan penjelasan yang panjang, hingga masker hitammu yang seakan menyimpan rahasia.

Dan yang paling sering ku tulis adalah satu hal keinginanku untuk sekadar menyebut namamu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun