Mohon tunggu...
RuRy
RuRy Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lahir di Demak Jawa Tengah

Orang biasa dari desa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lebih Baik Kejebak Macet di Jalan, daripada Terjebak Pemikiran yang Stagnan

17 Oktober 2020   09:45 Diperbarui: 17 Oktober 2020   18:18 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: otomotif.kompas.com

Mendengar kata terjebak (stuck) di benak kita pasti berpikir tentang sesuatu yang tidak mengenakkan. Situasi di mana seseorang berada dalam keadaan terhenti dari segi fisik atau stagnan dari segi pemikiran.

Hidup stagnan tidak terbatas pada orang yang hidupnya keterbatasan materi. Tetapi juga pada mereka yang berkecukupan namun memiliki pikiran yang sempit. Mungkin biasa disebut sebagai the danger of comfort zone, jebakan kenyamanan yang melenakan, dan sejatinya membuat cara pikir kita mengalami stuck karena terpenjara secara non fisik.

Namanya terperangkap pasti tidak enak dan sebisa mungkin orang akan menghindari, itu bisa saja karena terlihat nyata seperti halnya terjebak macet di jalan. Orang akan berusaha mencari jalan pintas untuk bisa sampai ke tujuan agar tidak berlama-lama di perjalanan.

Lantas bagaimana jika kita terjebak situasi, persepsi pribadi, atau pola pikir yang monoton?

Ini yang sebenarnya harus diurai, macet yang selama ini tak pernah di sadari. Entah itu cara pandang melihat suatu hal, atau tak mampu melihat perubahan karena terbelenggu cara berpikir yang itu-itu saja. Ada beberapa penyebab mengapa itu bisa membelenggu diri kita meski tanpa di rasa.

Pengaruh internet
Dengan berbagai manfaat serta kemudahan yang diberikannya, internet telah menjadi sebuah kebutuhan yang cukup penting bagi banyak orang saat ini, terutama dalam memenuhi kebutuhan sosialnya. Namun dibalik berbagai dampak positif yang diberikannya tersebut, internet juga dapat memberikan dampak negatif bagi penggunanya. Misalnya penyebarluasan informasi yang bersifat hoax, seperti yang tengah marak terjadi dewasa ini.

Kemajuan teknologi tanpa diimbangi dengan melek literasi bisa membahayakan diri sendiri juga orang lain. Apapun bisa di cari dengan mesin pencari, baik informasi mencerahkan atau warta yang menyesatkan. Terserah si penerima, mau ditelan bulat-bulat atau lebih dulu melakukan riset.

Internet adalah anugerah yang luar biasa, namun anugerah itu hanya berlaku bagi mereka yang  mau meriset dan tahu apa yang mereka cari.

Untuk melihat sesuatu hal secara kaffah memang tidak mudah, apalagi kalau individu itu suka ngeyelan sulit mendengarkan karena lebih suka didengarkan. Tidak sedikit karena gempuran informasi yang tidak jelas sumbernya dari internet menjadikan seseorang latah dan salah-kaprah.

Teman dan lingkungan
Lingkungan dan teman tidak kalah pentingnya seperti memilih jodoh. Alasanya, orang dekat membawa pengaruh signifikan untuk kehidupan seseorang. Bila bergaul dengan sosok yang memiliki pola pikir maju, kita tentu dapat belajar darinya bagaimana bisa mempunyai pemikiran yang luas. Sebaliknya, kalau berteman dengan individu yang berfikiran mandek dan itu-itu saja, tak menutup kemungkinan kita tidak jauh beda seperti dirinya.

Bukan berarti harus selektif dan menolak berteman dengan orang yang kita anggap kaku dan monoton. Yang perlu kita setel dan penting adalah bagaimana menyesuaikan kadar keakraban.

Selain itu, mencari teman yang independen sangat penting. Bukan melulu masalah pandangan politik ya, maksudnya teman yang netral bersudut pandang luas tidak mudah menjudge sana-sini memihak A atau B bisa melihat sesuatu secara komprehensif. Karena memang selalu ada dualisme yang berbeda, dan masing-masing selalu punya kekurangan dan kelebihan.

Mungkin di sini peran teman-teman berpikiran positif di sekeliling diperlukan. Bergaul dengan orang-orang yang tepat akan membuka potensi dalam diri kita bisa berkembang maksimal. Orang yang tepat tidak selalu memiliki potensi dan hobi yang sama, tapi mereka yang mampu menghargai dan mendukung potensi yang ada dalam diri kita.

Terlepas dari itu, perubahan selalu dimulai dari diri sendiri. Bagaimana kita bisa melihat sesorang mempunyai pola pikir maju, jika kita sendiri tidak mau belajar berpikir seperti itu.

Tak ada waktu Merenung atau kontemplasi
Pada saat tertentu manusia membutuhkan waktu me time untuk meraba-raba dan mengorek diri sendiri. Memastikan akal dan nurani masih kompak tidak ada perselisihan atau berseberangan. Ini penting karena produk nurani selalu menyajikan keaslian.

Setiap manusia dianugerahi akal dan nurani, namun terkadang kita sendiri yang tega membohongi. Entah karena tekanan, kepentingan, atau keadaan yang berorientasi keduniawian.

Saat menyendiri, seseorang  bisa menggali potensi dan kemampuanmu secara lebih baik. Itu karena kita tidak menerima banyak interupsi dari orang lain. Saat sendiri bisa melihat dengan jelas kekurangan dan kelebihan diri, memperbaiki apa yang kurang dan membangkitkan sisi positif agar lebih produktif.

Menghabiskan waktu sendiri (spent time alon) bila dilakukan dengan benar, dapat berdampak baik untuk kita. Bahkan sebenarnya, meluangkan waktu untuk diri sendiri malah bisa jadi berdampak baik terhadap kehidupan sosial kita.


Di zaman yang serba instan terkadang membuat diri kita malah menjadi rentan, tak sadar indera terpenting justru jarang digunakan. Ketergantungan kepada tekhnologi yang memudahkan juga melalaikan, bak seperti menu makanan tersaji yang harus dihabiskan.

Beberapa kondisi di atas hanya contoh sebagian saja, pastinya banyak lagi situasi yang kadang tak di sadari oleh kita justru berada dalam perangkapnya.

Rury

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun