Mohon tunggu...
Rullysyah
Rullysyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Belajar dan Berbagi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Duet Anies-Gatot Nurmantyo Bukan Pilihan Buruk di Pilpres 2024

12 Oktober 2022   09:56 Diperbarui: 12 Oktober 2022   10:10 1156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Lembaga Survey LSI Denny JA tanggal 10 Oktober kemarin merilis hasil survey Capres 2024. Mereka melakukan stimulasi dengan menyodorkan 9 paslon kepada respondennya dimana hasil akhir survey menempatkan  pasangan Ganjar-Airlangga menempati tempat teratas dengan angka 24,9%.

Di tempat kedua  tertera nama paslon Prabowo-Anies Baswedan dengan angka 14,8% dan tempat ketiga dengan paslon Anies Baswedan-AHY dengan angka 13,4%. Kenapa ya Ganjar bisa unggul sekitar 10% diatas Prabowo dan Anies.  Nanti dibawah kita coba analisa tentang ini.

Di sisi lain kalau melihat daftar paslon yang disusun LSI Denny JA terlihat kurang lengkap dan kurang komprehensif di mata penulis.  Yang pertama  angka responden tidak menjawab terlalu tinggi yaitu 22,7%. Itu bisa berarti  responden kurang tertarik dengan  formasi nama yang disodorkan.

Juga entah kenapa Ganjar hanya punya 1 calon pasangan sementara Anies dan Puan masing-masing punya 2 alternatif pasangan , bahkan Prabowo malah punya 4 alternatif pasangan. Dimana nama-nama Cawapres hanya nama-nama seperti : Airlangga, Puan, Muhaimin Iskandar dan Sandiaga Uno.

Mengapa tidak ada nama-nama lain yang lebih "menggigit" seperti Ridwan Kamil, Gatot Nurmantyo,Mahfud MD  dan Khofifah Indar Parawansa?  Atau nama-nama seperti Susi Pujiastuti,  Ahok, Yenny Wahid dan lain-lainnya?

Kalau saja LSI Denny JA juga menyodorkan nama-nama Kang Emil, Gatot, Mahfud dan Khofifah, hasil survey mungkin lebih komprehensif.  Lebih mewakili kekuatan politik yang ada  yaitu dari kalangan Nasionalis, Militer dan Islam.

Penulis sih paham Survey  LSI Denny JA tersebut hanyalah " Test The Water".  Entah ada yang memesannya atau tidak, karena  sebenarnya sebelum ada nama-nama Capres-Cawapres yang resmi, survey elektabilitas Paslon-paslon belum perlu dilakukan karena hasilnya tidak bisa dijadikan acuan.

GATOT  NURMANTYO, NAMA YANG TERLUPAKAN

Berbeda dengan saat menuju kontestasi Pilpres 2019, nama mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo waktu itu santer didengungkan masyarakat.  Profil Gatot Nurmantyo saat menjabat Panglima TNI cukup popular dan membuat banyak orang terkesan sehingga  banyak yang memfavoritkan  namanya sebagai Capres 2019. Sayangnya waktu bergulir  sehingga Gatot Nurmantyo pun menjadi terlupakan.

Kita tahu di negeri ini kekuatan politik yang kuat berpengaruh adalah kalangan Nasionalis, Kalangan Islam dan kalangan Militer. Sejarah panjang negeri ini memang tidak lepas dari tiga kekuatan politik tersebut. Soekarno yang Nasionalis,  Soeharto yang Militer, SBY yang semi militer dan Jokowi yang Nasionalis adalah catatan-catatan sejarahnya. 

Rivalitas antara  Nasionalis dan Militer sering terjadi.  Di Pilpres 2019 terjadi pertarungan  Nasionalis yang mengusung Jokowi dengan kalangan Militer yang mengusung  Prabowo .  Kubu Jokowi kemudian menggandeng kalangan Islam dan berhasil memenangkan Pilpres tersebut.

Sekarang menuju Pilpres 2024, pertanyaannya, apakah saat ini elit-elit parpol masih mencari sosok-sosok untuk Cawapres untuk koalisi mereka?  Kalau benar tentu nama Gatot Nurmantyo akan diingat-ingat kembali dan  kembali  masuk pada radar mereka. Tinggal  bagaimana perhitungan matematika politiknya saja.

MENUJU  PILPRES 2024, MENGAPA GANJAR SELALU UNGGUL DI HASIL SURVEY?

Berdasarkan pengamatan penulis terhadap Pemilu-pemilu yang ada,  apakah itu  Pilpres di negara berkembang seperti  Indonesia, Philipiina maupun negara maju seperti Amerika, ataupun selevel Pilkada (Pilgub dan Pilbup),   sangat sulit menghitung peluang seorang Calon Presiden/ Gubernur  bila hanya berdasarkan hal-hal yang logis seperti  background sekolahnya, pengalaman kerjanya, kinerjanya  hingga penghargaan-penghargaan yang pernah diterima seorang Calon.

Keterpilihan seorang Calon menurut penulis lebih banyak ditentukan 2 faktor utama yaitu : Pertama rasa "Like-Dislike" terhadap seorang Calon dan yang Kedua :"Ikatan Bathin" antara pemilih dan yang dipilih. Ikatan Bathin di sini adalah Rasa satu daerah, satu budaya, satu bahasa dan  Rasa satu agama.

Setelah 2 faktor  itu barulah soal pandangan politik sang calon lalu berikutnya bagaimana prestasi/ pengalaman dari sang Calon yang akan dipertimbangkan.

Jadi  berdasarkan teori tersebut diatas bila menuju Pilpres 2024 ini kita berasumsi  Anies Baswedan  dan  Prabowo Subianto lebih berprestasi dibanding  Ganjar Pranowo. Secara teori diatas Ganjar akan mengungguli keduanya.  Kenapa, karena Ganjar "Lebih Jawa" dibanding Anies dan Prabowo.  Lebih banyak pemilih yang merasa ada ikatan bathin terhadap Ganjar sehingga memilih Ganjar.

Kalau begitu berarti masyarakat Indonesia kurang pendidikan atau bagaimana nih? Tentu tidak. Karena bukan latar belakang pendidikan pemilih yang menentukan tetapi rasa suka tidak suka dan rasa senasib lebih kuat alasannya. Bukan hanya di Indonesia saja.

Tahun 2016 Donald Trump bisa terpilih menjadi Presiden AS itu secara logika tidak masuk akal.  Tapi memang saat itu Trump lebih disukai dari Hillary Clinton.  Begitu juga dengan Bongbong Marcos (Marcos Junior) yang bulan Juni lalu berhasil memenangkan Pilpres Philipina.

Dari pengamatan Penulis Ganjar memang unggul 2 hal dibanding Prabowo dan Anies. Yang pertama Ganjar "Lebih Jawa" dan Yang kedua, Style Ganjar tidak berbeda jauh dengan Style Jokowi.  Gaya berkomunikasi Ganjar hampir sama dengan gaya komunikasi Jokowi.  Dan itu yang membuat sebagian besar pendukung Jokowi lebih memilih Ganjar. Inilah kunci mengapa Ganjar unggul di Survey.

Seandainya nanti  PDIP memang akan mengusung Ganjar,  sepertinya Ganjar hanya butuh tambahan dukungan beberapa parpol  besar dan dana kampanye secukupnya untuk dapat memenangkan Pilpres 2024.  

Ganjar butuh relawan-relawan sekedarnya.  Ganjar tidak butuh  ribuan pasukan buzzer apalagi buzzer-buzzer seperti Denny Siregar, Eko Kuntadhi  yang jelas-jelas track recordnya hanya merusak / mempolarisasi rakyat. Tanpa Buzzer Ganjar bisa menang.

GATOT NURMANTYO ADALAH SALAH SATU CAWAPRES ALTERNATIF BAGI ANIES

Secara pribadi bukan tidak suka dengan AHY akan tetapi menurut penulis Usia dan Pengalaman AHY belum cukup untuk bertanding di Pilpres 2024.  Identitas Background AHY  juga belum melekat. Masih sulit menyebut AHY sebagai Militer dan masih sulit menyebutnya sebagai Nasionalis.

Bila koalisi Nasdem mengusung Anies-AHY menurut penulis pasangan ini belum memenuhi unsur kekuatan politik yang ada.  Anies Baswedan belum bisa disebut sebagai Nasionalis.  Jejak dukungan politik untuk Anies di Pilgub DKI 2017 malah berasal dari kalangan Islam .  Dan dalam koalisi Nasdem ada PKS. Nasdem harus mengkondisikan agar koalisi ini harus terlihat lebih Nasionalis.  

Di kubu lain, Koalisi PDIP seperti halnya Pilpres 2019  kemungkinan besar akan kembali mengusung  Paslon berlatar belakang Nasionalis-Islam. Cawapres PDIP kemungkinan besar dari NU.  "Perkawinan" Nasionalis dan Islam (NU) terbukti perkasa di Pilpres 2019.

Sampai disini analisa penulis Nasdem butuh strategi yang jitu untuk menyaingi koalisi PDIP.   Anies Baswedan  yang didukung oleh Dua parpol Nasionalis (Nasdem dan Demokrat) dan 1 parpol Islam (PKS) rasanya belum cukup "Menggigit".

Gatot Nurmantyo  perlu dilirik karena Gatot  punya "sesuatu" yang bisa memperkuat koalisi Nasdem.  Yang pertama Gatot Nurmantyo sangat kental background militernya.  Dan yang kedua Gatot Nurmantyo "Lebih Jawa" dari Anies Baswedan.

Jadi berandai-andai  Gatot Nurmantyo sebagai Cawapres Anies maka sudah terhitung kekuatan latar belakang politiknya yang mendukung.  Ada dari Nasionalis, ada dari Militer, ada Islam dan pasangan itu  lebih "Njawani".

Demikian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun