Mohon tunggu...
Rullysyah
Rullysyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Belajar dan Berbagi

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Terkecoh Sendiri dengan Pernyataan Ketua MK

28 Juni 2019   06:16 Diperbarui: 28 Juni 2019   06:25 1292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar dari cnn indonesia

Majelis Hakim MK telah mengeluarkan Putusan tentang Gugatan PHPU Pilpres 2019. Intinya MK menolak seluruh Permohonan Prabowo-Sandi. Apa boleh buat karena sesuai UU yang berlaku Putusan MK memang bersifat Final dan Mengikat, yang artinya sudah Inkrah dan tidak bisa dilakukan proses banding lagi.

Sebenarnya 2-3 hari sebelumnya  sudah diduga Putusan MK akan seperti itu. Dugaan itu terjadi karena  MK tiba-tiba memajukan jadwal Pembacaan Hasil Putusan MK  dari  tanggal  28 Juni 2019 menjadi 27 Juni 2019. Dalam hati bertanya mengapa secepat itu diputuskan?  Saat itu saya menduga MK mungkin  bertindak sesuai aturan baku saja.

Dan pada pelaksanaan Sidang Putusan MK kemarin tanggal 27 Juni 2019,  sidang  dimulai  sejak pukul 13.00 WIB dan Putusan Final pun diketok oleh Majelis Hakim MK pada sekitar pukul 21.00 WIB.

Saat Jeda Persidangan kemarin sekitar pukul 16.30 WIB, setelah menyimak  detail-detail  pembacaan Putusan MK selama persidangan,  sebenarnya  saat itu muncul kembali dugaan semula yaitu Gugatan Prabowo-Sandi akan ditolak.  

Karena dari beberapa poin yang  sudah dibaca  Majelis Hakim sempat menyebut : MK menyatakan penindakan Kecurangan TSM adalah wewenang Bawaslu, MK menyatakan Gugatan Netralitas ASN juga wewenang Bawaslu, Situng bukan sumber data rekapitulasi nasional dan lain-lainnya.

Dari poin-poin itu saja sudah dapat ditarik kesimpulan bahwa MK finalnya akan menolak Gugatan Prabowo-Sandi. Dan terbukti pada jam 21.00  Ketua Majelis Hakim membacakan ringkasan hasil Putusan MK yang berisi penolakan terhadap seluruh Gugatan Paslon 02.

Tok, Palu majelis hakim  MK sudah diketok.  Bisa dipastikan  penolakan  Gugatan Prabowo-Sandi tersebut sangatlah  mengecewakan jutaan orang yang mendukung Paslon 02. Saya sendiri termasuk yang kecewa. Bukan kecewa karena Prabowo kalah sebenarnya tapi lebih kecewa karena Putusan Majelis Hakim terlalu standar menurut saya.

Memang dalam hal ini sangat sulit untuk menyalahkan Majelis Hakim MK. Mereka tidak salah karena bertindak sesuai UU MK dimana di dalamnya  disebut  MK  menangani Perselisihan Hasil Perhitungan Suara. 

Sementara UU lainnya yaitu Peraturan Bawaslu tahun 2018 pada Pasal 20 sangat  jelas menyebut  penindakan Kecurangan TSM adalah wewenang Bawaslu. Di sisi lain Sidang MK ini Speedy Trial alias sidang yang sangat singkat  hanya terjadwal selama 14 hari. Bagaimana mungkin Hakim bisa maksimal bekerja.

Sekali lagi  kita tidak bisa menyalahkan majelis hakim MK.  Tapi kalau kecewa sih boleh-boleh saja.

Terkecoh Sendiri Dengan Pernyataan Ketua MK di awal Pembukaan Sidang Perdana Gugatan Pilpres 2019 dan Pernyataan di awal Pembacaan Hasil Putusan yang menyatakan "Kami hanya takut pada Allah".

Pada saat Sidang pertama Gugatan PHPU Pilpres 2019 tanggal 14 Juni 2019 Ketua MK Anwar Usman sempat menyatakan Majelis Hakim akan bertindak seadil-adilnya dan Majelis Hakim hanya takut pada Allah. 

Saat itu saya langsung berharap wah kali ini MK akan membuat Putusan Bersejarah. MK akan membuktikan mereka bukan Mahkamah Kalkulator.  Kemungkinan besar  MK akan melakukan Judicial Activism atau Kewewenangan khusus dari Hakim Mahkamah Konstitusi  ataupun  Kewenangan yang melekat pada setiap pribadi Hakim Konstitusi untuk memutuskan perkara yang mampu merubah  kebijakan politik yang ada.

Harapan itu muncul kembali pada saat Majelis Hakim membuka Sidang Putusan MK siang kemarin. Kembali lagi Ketua MK mengatakan "Hanya Takut pada Allah" yang saya artikan sebagai  : MK tidak takut pada Penguasa yang ada dan MK tidak takut sama sekali pada Pihak Yang menggugat.

Faktanya memang  terjadi demikian.  Pembelaan (Eksepsi) dari KPU dan kubu Paslon 01 ditolak mentah-mentah oleh MK. Begitu juga seluruh Gugatan Prabowo-Sandi ditolak oleh MK.  Ya benar sih MK tidak takut keduanya.

Yang salah itu saya sendiri karena  mengartikan pernyataan Ketua MK dengan keyakinan  bahwa MK kali ini akan secara berani  mengubah Paradigma sebelumnya  dimana MK  hanya mengadili angka-angka perolehan suara dalam pemilu  dan tidak kepada  membela hak-hak konstitusi dari setiap pihak yang terlibat dalam Pemilu.

Paradigma yang harapkan dari MK sebenarnya adalah MK berfungsi sebagai Penjaga Konstitusi Pemilu dimana Hak Konstitusi setiap orang  yang terlibat Pemilu harus difasilitasi  oleh MK.  Salah satu hak warganegara dalam Pemilu adalah  Berhak atas dilaksanakannya Pemilu yang Jurdil.  

Dan Pemilu yang Jurdil itu bukan  sekedar dilihat dari angka-angka hasil yang diperoleh melainkan harus dilihat dari keseluruhan proses pemilu, apakah pelaksanaan Pemilu sudah memenuhi syarat  Jurdil atau tidak.

Setiap Hakim di Mahkamah Konstitusi memiliki hak untuk melakukan Judicial Activism. Dengan demikian Kecurangan TSM yang terjadi selama Pemilu bukan hanya tanggung jawab Bawaslu melainkan juga tanggung-jawab MK Karena setiap kecurangan TSM  yang terjadi pasti akan sangat mempengaruhi angka-angka Hasil Pemilu.

Jangankan Hakim Mahkamah Konstitusi, Hakim Pengadilan Negeri saja memiliki hak istimewa membuat Keputusan yang adil berdasarkan posisinya sebagai Hakim.  

Salah satu contohnya Hakim Sarpin yang pada tahun 2015 berhasil merubah isi KUHAP dimana Penetapan Tersangka  sah menjadi Objek Praperadilan. Begitu juga hakim-hakim lain yang berani membuat putusan yang tidak umum.

Ada Sistim Peradilan di MK yang Harus Direvisi

Banyak orang berharap agar UU Mahkamah Konstitusi harus direvisi terkait Kewenangan MK Mengadili Kecurangan TSM.  Harus diperjelas lagi  pasal-pasal yang menyangkut persoalan Kecurangan TSM dalam Pemilu agar di masa mendatang orang tidak berpolemik lagi soal "Mahkamah Kalkulator".

Saya sepakat soal itu tapi tanpa direvisipun sebenarnya dari UU yang ada juga memberi Hak Hakim MK untuk  memutus perkara terkait kecurangan TSM. 

Faktanya di negara-negara demokrasi lainnya seperti  Austria, Kenya, Maladewa dan Ukraina  Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agungnya berani membatalkan Hasil Pemilu karena terbukti ada kecurangan TSM didalam pelaksanaan pemilu di negara-negara tersebut.

Kembali ke Sidang MK kemarin dimana  ketika saya menyimak pernyataan-pernyataan Hakim MK, saya merasa ada sesuatu  yang kontradiksi  karena pada satu sisi MK menyatakan tidak memiliki wewenang mengadili Kecurangan TSM tapi di sisi lain MK menyatakan Gugatan paslon 02 tentang keterlibatan Polri dan ASN tidak ada yang terbukti.

Secara logika bila MK benar-benar tidak punya kewenangan sama sekali mengadili Kecurangan TSM, seharusnya MK tidak perlu menerima dalil  gugatan pembuktian untuk keterlibatan apparat dan ASN.  Cukup  MK menyebut bahwa mereka tidak punya kapasitas memeriksa barang bukti karena keterlibatan apparat dan ASN adalah wewenang Bawaslu.

Tapi dengan menerima barang bukti dugaan kecurangan TSM dan meregister barang buktinya hal itu memastikan bahwa MK memang memiliki kewenangan mengadili Kecurangan TSM.

Dan mengenai masalah Pembuktiannya, dipastikan Sidang Speedy Trial (singkat waktu) ini sungguh tidak layak untuk sengketa Pemilu sebesar Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang begitu luas dan dalam dimensinya bagi masyarakat.

Sungguh sangat tidak cukup waktunya. Bagaimana mungkin Pemohon punya kesempatan mendalilkan semua gugatan, menghadirkan para saksi  dan menghadirkan semua bukti-bukti yang dimilikinya. Terlalu singkat waktunya bila Sidang Gugatan Pilpres hanya dijadwalkan selama 14 hari.

Speedy Trial inilah yang harus direvisi sebenarnya. 30 hari mungkin lebih baik bagi MK sehingga Putusan yang dikeluarkan lebih komprehensif.

Di sisi lain saya membayangkan untuk kedepannya Indonesia punya Pengadilan Khusus Pemilu  seperti keberadaan  PTUN atau Praperadilan.  Dengan demikian  Sengketa Pilpres ataupun sengketa Pemilu lainnya dapat diputus di pengadilan tersebut sementara untuk tingkat bandingnya barulah berada di MK.  Tentu hal tersebut lebih memperkuat Demokrasi di negeri ini.

Akhirnya kembali kepada Putusan MK tanggal 27 Juni 2019 kemarin, Hasil Pilpres 2019 sudah diputus MK dan sudah Final (inkrah) hasilnya.  Mari kita lupakan pertikaian-pertikaian yang sudah terjadi, mari saling berangkulan kembali untuk membangun bangsa.

Sekian.

 Tulisan sebelumnya : Predikis Putusan MK tentang Gugatan Pilpres 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun