Untuk saya dan temen-teman yang Muslim, layaknya di kota lain di Jerman atau mayoritas Eropa, menu andalan untuk makan besar ataupun ngemil kami adalah Kebab atau Durum.Â
Tapi uniknya, di Bremen ini juga banyak warga asli Jerman non-muslim yang berjualan Kebab atau Durum tadi (pastinya karena untuk meraih pasar yang cukup besar)...jadi, jika ingin membeli, perhatikan dulu tulisan di depan kiosnya, ada tulisan HALAL atau tidaknya, jika ada ya amanlah ya.
Saya sendiri, sebelum ke Jerman di tahun 2005, sengaja belajar masak ke Mamah saya yang emang dari sananya sudah jago, plus belajar beberapa menu internasional dengan salah satu saudara dekat yang menjadi Chef di Hotel terkenal di Jakarta.Â
Belum lagi, teman-teman dari Indonesia lainnya yang memang sama mempersiapkan diri soal masak-memasak ini, karena di Jerman ini sedikit "unik" dibanding pelajar-pelajar Indonesia di Malaysia, Amerika, Australia misalkan.
Di Negara-negara tadi, tidak heran jika ada pelajar yang kemana-mana bermobil pribadi, atau tinggal di tempat-tempat mewah selama mereka merantau...di Jerman ini, justru ajaib jika ada pelajar kita yang menggunakan kendaraan pribadi atau bergaya hidup mewah.
Justru di Jerman ini, lebih banyak pelajar yang kerja "kasar" seperti supir, kuli bangunan, pelayan, atau bahkan tukang sampah, yang dipilih sebagai pekerjaan saat ada waktu senggang.
Kembali ke soal makanan, karena terlalu banyaknya makan makanan Arab, kami akhirnya mencari alternatif lain, bukan makanan besar memang (karena biasanya kami untuk makan besar masak sendiri), justru yang kami cari adalah cemilan baru, yang unik, enak di lidah, dan....MURAH tentunya !!
Penasaranlah kami (sebetulnya terpaksa sih, karena hari itu libur, hampir semua toko tutup, hanya ini yang buka). Setelah masuk ke kios kecil dengan sekitar 3 meja yang masing-masing punya 4 kursi ini, kami disambut "harum" yang baru dibanding biasanya. Kios dengan dinding penuh gambar-gambar rumah dengan tulisan MERSIN, dan cabe bubuk khas restoran Arab di meja.