Mohon tunggu...
Rudy Subagio
Rudy Subagio Mohon Tunggu... Lainnya - Just ordinary people, photograph and outdoors enthusiast, business and strategy learner..

Hope for the Best...Prepare for the Worst ...and Take what Comes. - anonymous- . . rudy.subagio@gmail.com . . Smada Kediri, m32 ITS, MM48 Unair

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Cukup Banyak Warga Negara Maju Menolak Vaksinasi dan Demo Menentang Pembatasan Terbatas?

28 November 2021   20:46 Diperbarui: 29 November 2021   06:43 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demo terkait Covid-19 yang berakhir dengan kerusuhan di Belanda, Sumber: Killian Lindenburg / EPA via akurat.co

Ditengah lonjakan kasus Covid di Eropa pada bulan November ini, justru terjadi serangkaian kerusuhan di berbagai kota Eropa menentang pembatasan baru terkait Covid-19, termasuk penerapan karantina wilayah dan pengetatan aturan protokol kesehatan.

Demonstrasi terjadi di hampir semua wilayah Eropa mulai dari Belanda, Belgia, Jerman, Austria, Denmark, Italia, Kroasia, Ceko dan Yunani. Demo ini diwarnai kerusuhan dan pengrusakan dengan melempar batu, petasan dan membakar kendaraan dan bangunan.

Polisi anti huru-hara dikerahkan untuk memadamkan kerusuhan ini. Mereka menggunakan pentungan, anjing, kuda, meriam air dan bahkan melepaskan tembakan peringatan untuk membubarkan kerumunan massa.

Pembatasan baru ini dilakukan karena kasus baru covid-19 meningkat tajam di wilayah Eropa sejak awal November ini setelah beberapa bulan melandai. Peningkatan kasus ini setelah banyak negara Eropa melonggarkan peraturan, seperti jaga jarak dan penggunaan masker beberapa bulan sebelumnya.

Pertumbuhan kasus covid-19 baru di Eropa, sumber: John Hopkins University via bbc.com
Pertumbuhan kasus covid-19 baru di Eropa, sumber: John Hopkins University via bbc.com

Sungguh ini suatu kenyataan yang ironis bahwa masyarakat negara maju yang identik dengan masyarakat dengan tingkat pendidikan yang tinggi, well educated society, dan lebih mengedepankan rasio dan logika ternyata banyak yang gampang terprovokasi dengan informasi yang tidak benar atau hoax.

Namun memang demikian kenyataannya, masyarakat di Eropa dan bahkan Amerika masih cukup banyak yang menentang vaksinasi atau penerapan prokes yang ketat. Kondisi ini tidak jauh beda dengan masyarakat Indonesia saat ini. Dalam hal ini mungkin masyarakat Indonesia justru lebih patuh dibanding mereka, setidaknya tidak ada demo besar-besaran menentang penanganan covid-19 yang berakhir dengan kerusuhan.

Mengapa masyarakat di Eropa dan bahkan Amerika cukup banyak yang menentang vaksinasi atau penerapan prokes yang ketat terkait penanganan Covid-19?

Berdasarkan survei, ada beberapa penyebab dari penolakan ini, antara lain:

  • Adanya ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah secara keseluruhan
  • Kurangnya pengetahuan atau penjelasan secara keseluruhan mengenai teknologi vaksin serta cara mendapatkannya
  • Ketakutan soal percepatan persetujuan vaksin yang dikhawatirkan oleh beberapa orang mengakibatkan vaksin ini belum terbukti keamanannya dalam jangka panjang

Selain itu info mengenai vaksinasi masih simpang siur. Dalam waktu singkat saja keluar banyak sekali rekomendasi soal dosis penguat & larangan pengunaan vaksin merek tertentu untuk rentang usia tertentu, yang membuat semakin banyak orang ketakutan.

Secara umum penyebab diatas juga mirip dengan mereka yang menolak vaksinasi di Indonesia. Namun di negara-negara maju pemerintah tidak bisa mewajibkan rakyatnya untuk melakukan vaksinasi ini karena menyangkut HAM. Slogan mereka adalah "My body, my choice", sehingga tidak mungkin negara memaksa rakyatnya untuk di vaksin.

Rasio penduduk yang sudah di vaksin di negara-negara Eropa vs Dunia/Asia/Indonesia, Sumber: ourworldindata.org
Rasio penduduk yang sudah di vaksin di negara-negara Eropa vs Dunia/Asia/Indonesia, Sumber: ourworldindata.org

Oleh karena itu yang dapat dilakukan oleh pemerintah negara maju adalah dengan membatasi akses ke berbagai tempat umum, hanya boleh untuk orang yang telah divaksin. Pembatasan inilah yang memicu berbagai demo yang sebagian besar berakhir anarkis.

Kembali ke alasan mengapa ada orang yang menentang vaksinasi ataupun penerapan protokol kesehatan, berikut ini latar belakang dibalik alasan-alasan diatas.

1. Adanya ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah secara keseluruhan

Meskipun negara-negara maju di Eropa dan Amerika menganut sistim pemerintahan demokrasi, dimana penyelenggara pemerintahan dipilih langsung oleh rakyat namun tidak berarti seluruh rakyat setuju terhadap setiap kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah.

Sama dengan yang terjadi di Indonesia rakyat terbelah menjadi dua antara yang mendukung pemerintah dan yang mendukung pihak oposisi. Kondisi ini dimanfaatkan pihak oposisi untuk menarik simpati rakyat yang pro-oposisi dengan cara mencari kelemahan dari setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang berkuasa.

Pihak oposisi mempertanyakan efektifitas dari vaksin, pembatasan dan penerapan protokol kesehatan yang ketat, vaksinasi untuk setiap orang dan berbagai narasi yang intinya adalah tidak percaya bahwa kebijakan pemerintah itu benar dan efektif.

Dengan narasi seperti itu, maka rakyat yang pro-oposisi menganggap bahwa kebijakan pemerintah saat ini adalah kebijakan yang dipaksakan dan mereka mencari justifikasi untuk membuktikan bahwa kebijakan itu salah sehingga rezim pemerintah yang sekarang adalah rezim yang diktator dan "harus" di lawan.

2. Kurangnya pengetahuan atau penjelasan secara keseluruhan mengenai teknologi vaksin serta cara mendapatkannya

 Bagi rakyat negara maju alasan ini kedengaran absurd karena dengan segala kemajuan teknologi yang mereka miliki dan tingkat pendidikan masyarakat yang relatif tinggi seharusnya alasan ini tidak ada.

Namun perlu diingat, pertama bahwa narasi yang digulirkan oleh pihak oposisi telah berhasil menanamkan benih keraguan di benak rakyat yang pro-oposisi terhadap kebijakan pemerintah. Hal ini juga mendorong mereka mencari bukti-bukti atau pembenaran terhadap keraguan ini.

Kedua perlu disadari bahwa dalam setiap populasi, bila digambarkan dalam kurva distribusi normal selalu ada bagian yang esktrim kiri dan ekstrim kanan. Hanya bentuk grafik kurva normalnya yang berbeda-beda, ada yang condong ke kiri, ke kanan atau ke tengah dan intensitasnya juga berbeda-beda.

Sebagai contoh penduduk di negara-negara maju yang umumnya cara berpikirnya sudah modern, sekuler, dan logis juga masih cukup banyak rakyatnya yang percaya tahayul. Seperti menganggap angka-angka tertentu atau hewan tertentu adalah pertanda pembawa kesialan dan harus dihindari.

Contoh lain mengenai budaya antri, disiplin berkendara di jalan raya, budaya tepat waktu tidak semua berperilaku demikian, ada juga yang suka menyerobot antrian, ugal-ugalan di jalan dan ngaret kalau janjian. Masyarakat di sana juga heterogen dan latar belakangnya berbeda-beda.

3. Ketakutan soal percepatan persetujuan vaksin yang dikhawatirkan oleh beberapa orang mengakibatkan vaksin ini belum terbukti keamanannya dalam jangka panjang

Saat ini semua negara berlomba-lomba untuk mengembangkan vaksin Covid sehingga  terdapat banyak jenis vaksin yang dikembangkan dengan metode yang berlainan, tingkat efikasi vaksin yang berbeda-beda dan efek samping yang tidak sama.

Pengembangan vaksin ini juga dilakukan dengan secepat-cepatnya karena memang vaksin adalah satu-satunya cara untuk menghentikan penyebaran virus covid-19 saat ini. Namun demikian percepatan ini bukan berarti meniadakan sebagian "prosedur wajib" pengujian obat atau vaksin sehingga membahayakan jiwa manusia.

Prosedur wajib tetap dilakukan namun dengan kecepatan yang luar biasa mengingat ini memang kondisi urgent dan emergency. Jadi bila sudah dinyatakan lolos uji, secara ilmiah dapat dipertanggungjwabkan dan dipastikan aman digunakan pada manusia seperti pengujian vaksin-vaksin sebelumnya.

Namun demikian keberadaan bermacam-macam vaksin dan terus bertambah jenisnya dari waktu ke waktu dapat mejadi alasan dari sebagian orang untuk "menunggu" sampai dirasa "terbukti aman". Strategi wait and see ini bukan hanya dilakukan oleh mereka yang sama sekali tidak memahami prosedur pengujian ilmiah namun juga oleh kalangan "ilmuwan" yang paham akan prosedur ilmiah.

Bisa jadi mereka ini memang mempunyai logika dan cara berpikir sendiri yang berbeda dari sebagian besar ilmuwan lain. Orang seperti ini jumlahnya tidak banyak namun mereka dapat mempengaruhi banyak orang karena status mereka sebagai ahli atau pakar dibidangnya.

Demikian salah satu tinjauan mengenai penyebab mengapa di negara-negara maju juga ada sebagaian masyarakatnya yang melakukan demo untuk menolak vaksinasi, pembatasan terbatas dan penerapan prokes dengan lebih ketat.

Ada kemiripan dengan yang terjadi di Indonesia, namun yang sedikit berbeda adalah isu mengenai kebebasan individu dan penolakan masyarakat terhadap "intervensi" pemerintah di ranah pribadi di negara maju lebih kuat. Dan ini tercermin dalam slogan mereka "My body, my choice".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun