Akan tetapi, jika kisah penghancuran PKI di atas menjadi pembanding, kiranya patut dipertimbangkan publik, kemungkinan pihak asing (baca:Amerika) punya andil dalam prahara PKS. Dan sekiranya memang demikian yang terjadi, prahara PKS sejatinya bukan musibah bagi PKS semata. Bukan pula hanya bagi perpolitikan Indonesia (sebagaimana judul dialog Indonesia Lawyer Club dalam salah satu edisinya: Prahara PKS, Prahara Politik). Tapi ini menyangkut musibah bagi kedaulatan dan harga diri bangsa. Tidakkah nasionalisme bangsa ini terusik, ketika dalam urusan dalam negerinya bangsa lain ikut cawe-cawe?
Kerangka teoritik untuk pertimbangan itu sebenarnya telah lama tersedia, dan semakin hari semakin terlihat relevansinya. Adalah Samuel Huntington, seorang Guru Besar Ilmu Politik asal Amerika yang mengabarkan dunia, bahwa pasca perang dingin di panggung global akan berlangsung clash civilization, benturan peradaban. Kemajuan ekonomi China, reaksi Amerika pasca tragedi 11 September 2001 (termasuk pembentukan Densus 88 di Indonesia), dan Arab Spring, adalah fenomena-fenomena yang kemudian tampak, usai Huntington menyampaikan teorinya di dekade akhir abad 20. Benturan peradaban yang dimaksud Huntington tak lain adalah antara Barat dan Timur. Timur dalam hal ini adalah Islam dan Konfusianisme.
Kerangka teori itu, bagi PKS jelas ada relevansinya. PKS adalah partai Islam terbesar di negeri berpenduduk Islam terbesar di dunia. Apakah ia tidak layak karenanya diperhitungkan, dalam konstelasi clash civilization a la Huntington itu?
Dalam konteks perbenturan ideologi di masa lalu, yang sangat diperhitungkan Barat dari Indonesia adalah PKI. Dalam konteks perbenturan peradaban saat ini, yang wajar bila ia diperhitungkan, adalah PKS! Dalam sejarah, PKI hancur sehancur-hancurnya. Dalam masa penantian, apakah PKS akan habis?
Dengarlah pesan Anis Matta dalam sebuah perhelatan partainya di Bandung. Ia mengutip Aku-nya Chairil Anwar: Luka dan bisa kubawa berlari. Berlari. Hingga hilang pedih perih Aku ingin hidup seribu tahun lagi.....
30 tahun lagi, konspirasi besar yang dinyatakan Anis Matta, terbuka untuk diuji dan dibuktikan di perpustakaan Amerika. Di sana akan ditemukan jawaban atas persoalan: Apakah Amerika memang memiliki keterlibatan atau tidak dalam prahara PKS tahun 2013, dan bagaimana modus operandinya. Apakah PKS saat itu tetap eksis dan telah menjadi the ruling party ? Waktulah yang akan menjawabnya. Yang pasti, sekali lagi, keterlibatan Agen Intelijen Amerika (CIA) dalam keruntuhan sebuah partai besar di Indonesia, bukanlah kisah mengada-ada.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI