Api Rakyat yang Meluruskan Besi Bangsa
Bangsa ini ibarat besi yang pernah ditempa lurus, namun dibengkokkan oleh tangan-tangan pejabat yang rakus. Korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, dan pengkhianatan pada amanah rakyat telah melengkungkan arah negara. Nilai keadilan yang seharusnya menjadi penopang kini dipelintir demi keuntungan segelintir orang. Rakyat melihat semua itu dengan getir, seakan besi bangsa tak lagi memiliki bentuk yang mulia. Namun, setiap besi yang bengkok masih bisa ditempa kembali.
Api rakyat adalah jawaban atas kebengkokan itu. Ia muncul dari kemarahan, tetapi juga dari kesadaran yang murni akan perlunya penyucian. Api membakar bukan semata untuk menghancurkan, melainkan untuk memurnikan. Dalam panasnya, segala kerak keserakahan dan kotoran moral dapat luruh. Rakyat menyalakan api bukan karena benci, tetapi karena cinta pada tanah air.
Tidak ada besi yang bisa lurus tanpa melalui nyala api. Begitu pula bangsa ini tidak akan kembali pada jalannya tanpa keberanian rakyat untuk menempanya. Api mungkin menyakitkan, bahkan melukai banyak pihak, namun hanya itulah cara untuk mengembalikan kekuatan bangsa. Kesakitan sementara adalah harga dari masa depan yang lebih adil. Rakyat mengerti bahwa jalan penyucian memang penuh penderitaan.
Korban pasti ada, dan itu menjadi bagian dari perjalanan sejarah. Darah dan air mata yang jatuh bukan sekadar tragedi, tetapi saksi pengorbanan demi perubahan. Setiap jiwa yang tersulut api perjuangan, meski hancur, meninggalkan cahaya yang menuntun bangsa. Korban itu bukan untuk ditangisi semata, melainkan untuk dihormati sebagai peletak fondasi bangsa yang bersih. Karena tanpa pengorbanan, besi bangsa tidak akan pernah kembali lurus.
Api rakyat adalah simbol penyucian terhadap pikiran pejabat yang kotor. Kobaran itu seakan berkata bahwa jabatan bukanlah ruang untuk memperkaya diri, melainkan amanah yang suci. Jika pejabat tidak mampu meluruskan dirinya sendiri, maka api rakyatlah yang akan melakukannya. Dengan cara ini, rakyat memberi pelajaran pahit agar kekuasaan kembali berjalan di jalan keadilan. Api menjadi guru keras yang tidak bisa diabaikan.
Sejarah telah berulang kali menunjukkan bahwa api rakyat selalu hadir ketika keadilan ditindas. Dari revolusi besar hingga protes jalanan, nyala api menjadi tanda bahwa bangsa sedang ditempa kembali. Setiap generasi mewarisi nyala itu, dan menjaganya agar tidak padam. Api rakyat bukan sekadar amarah, melainkan juga harapan. Harapan bahwa bangsa ini bisa kembali lurus meski pernah bengkok.
Pada akhirnya, api rakyat adalah cahaya yang menuntun bangsa keluar dari kegelapan. Ia menyakitkan, tetapi juga menyembuhkan. Ia merusak, tetapi juga membangun. Api itu membakar untuk meluruskan besi bangsa, agar kembali tegak berdiri dengan martabat. Dan di dalam kobarannya, rakyat menemukan kekuatan untuk menjaga masa depan yang lebih adil dan bersih.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI