Artinya, jika ada inkonsistensi dalam alat bukti (misalnya antara keterangan saksi dan dokumen), maka fakta hukum tidak terbentuk secara sempurna, dan karenanya putusan dapat dibatalkan. Ini menunjukkan pentingnya penilaian bukti secara holistik, bukan terfragmentasi.
Dengan demikian, fakta hukum dan bukti hukum adalah dua unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam praktik peradilan. Hakim harus bekerja berdasarkan metodologi pembuktian yang sah, rasional, dan dapat dipertanggungjawabkan agar keputusannya tidak hanya memenuhi syarat legalitas, tetapi juga mencerminkan keadilan substantif. Yurisprudensi Mahkamah Agung memperkuat prinsip ini sebagai pedoman tidak hanya bagi hakim, tetapi juga bagi praktisi hukum dalam menyusun strategi pembuktian yang solid di pengadilan.
Kesimpulan
Hubungan antara fakta hukum dan bukti hukum merupakan fondasi utama dalam proses peradilan yang adil dan berintegritas. Dalam setiap perkara, baik pidana, perdata, maupun tata usaha negara, hakim tidak dapat menjatuhkan putusan tanpa terlebih dahulu menemukan fakta hukum yang terbukti secara sah berdasarkan alat bukti yang diajukan di persidangan.
Fakta hukum tidak dapat berdiri sendiri tanpa dukungan dari alat-alat bukti yang sah menurut hukum acara, relevan terhadap perkara yang diperiksa, konsisten satu sama lain, serta membentuk konstruksi logis yang utuh dan masuk akal. Bukti hukum berfungsi sebagai sarana untuk mengungkap kebenaran objektif, sementara fakta hukum merupakan hasil akhir dari proses pembuktian yang dilakukan dengan seksama dan bertanggung jawab.
Dalam hal ini, hakim memiliki peran krusial sebagai arsitek kebenaran hukum, yang tidak hanya dituntut memahami norma-norma hukum, tetapi juga memiliki kemampuan menilai bukti secara cermat, jujur, dan rasional. Tugas hakim bukan hanya menegakkan hukum secara tekstual, tetapi juga menjaga keadilan substantif dengan memastikan bahwa setiap fakta hukum yang dijadikan dasar putusan telah diuji melalui mekanisme yang sah dan transparan.
Dengan memahami dan menerapkan prinsip hubungan yang erat antara fakta hukum dan bukti hukum, sistem peradilan dapat menghasilkan putusan yang tidak hanya sah secara hukum formal, tetapi juga mencerminkan rasa keadilan masyarakat. Putusan semacam ini tidak mudah digugat atau dibatalkan, karena berdiri di atas dasar yang kokoh: kebenaran hukum yang lahir dari proses pembuktian yang sah dan meyakinkan.
Oleh karena itu, memperkuat integritas pembuktian di pengadilan, baik oleh jaksa, penasihat hukum, maupun hakim, menjadi langkah strategis dalam membangun kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan. Dalam sebuah negara hukum yang demokratis, tidak cukup hukum ditegakkan; hukum harus dibuktikan dengan benar, dan keadilan harus tampak nyata dalam setiap putusan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI