Pendahuluan
Ketimpangan ekonomi adalah masalah yang terus membayangi berbagai negara, termasuk Indonesia. Fenomena ini mencerminkan distribusi yang tidak merata terhadap pendapatan, kekayaan, atau peluang dalam masyarakat. Ketimpangan tidak hanya menyangkut perbedaan antara si kaya dan si miskin, tetapi juga bagaimana peluang untuk mengakses pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan hanya dimiliki sebagian kecil masyarakat. Tulisan ini akan membahas ketimpangan ekonomi secara lebih mendalam, mulai dari akar masalah hingga solusi praktis yang bisa diterapkan untuk mengurangi jurang yang terus melebar ini.
Gambaran Umum
Ketimpangan ekonomi merujuk pada perbedaan besar dalam distribusi sumber daya, baik pendapatan maupun kekayaan. Di tingkat global, Oxfam (2021) melaporkan bahwa 1% orang terkaya di dunia menguasai hampir separuh dari total kekayaan global. Di Indonesia, gambaran ini juga sangat kentara. Badan Pusat Statistik (2023) menunjukkan bahwa koefisien Gini Indonesia mencapai 0,385, mengindikasikan ketimpangan yang cukup serius.
Ketimpangan ini juga tercermin dalam laporan Oxfam dan INFID (2017) yang menyebutkan bahwa kekayaan empat orang terkaya di Indonesia setara dengan gabungan harta 100 juta penduduk termiskin. Data ini menunjukkan bagaimana segelintir orang menikmati sebagian besar hasil pembangunan ekonomi, sementara sebagian besar lainnya justru tertinggal. Namun, bagaimana ketimpangan ini bisa terjadi, dan apa dampaknya bagi masyarakat?
Akar Ketimpangan Ekonomi
1. Sistem Ekonomi yang Tidak Inklusif
Struktur ekonomi yang berorientasi pada keuntungan pemilik modal menjadi akar utama ketimpangan. Dalam bukunya Capital in the Twenty-First Century, Thomas Piketty menjelaskan bahwa tingkat pengembalian modal cenderung lebih besar daripada pertumbuhan ekonomi. Hal ini menciptakan kesenjangan yang semakin besar antara mereka yang memiliki aset dengan mereka yang hanya mengandalkan pendapatan dari kerja.
Di Indonesia, perusahaan besar, termasuk korporasi multinasional, sering kali mendominasi pasar dengan keuntungan yang terus bertambah. Sebaliknya, usaha kecil dan menengah (UKM), yang menyerap sebagian besar tenaga kerja, menghadapi berbagai hambatan, mulai dari akses modal hingga regulasi yang tidak ramah.
2. Ketimpangan Akses Pendidikan dan Kesehatan
Ketimpangan ekonomi sering kali diperparah oleh keterbatasan akses terhadap layanan pendidikan dan kesehatan. Menurut UNICEF (2022), anak-anak dari keluarga miskin di Indonesia 10 kali lebih mungkin putus sekolah dibandingkan anak-anak dari keluarga kaya.