"Suntik mau ngga?" bertanya, padaku menunggu jawaban cepat.
"Pereda nyeri!" menegaskan, apa obat yang akan disuntikan ke dalam tubuhku. Â
Aku semakin penasaran, ini kan mengeluarkan gas dalam tubuh, kenapa tidak fokus pada mengeluarkan gasnya saja. "Rasa nyeri bisa kutahan, kalau anginya pergi nyerinya pasti hilang," pikirku.
Tapi ternyata isi pikiranku tidak ada dalam isi pikiran Dr. Tantri. Hilangkan dulu rasa nyerinya, baru fokus kepenyembuhannya, agar pasien bisa lenbih tenang.
Okelah aku ikuti.
Dr. Tantri kembali bertanya,
"Atau mau diinfuse saja? Kalau mau disuntik, disuntik juga cukup, kita coba,"
Aku sudah tidak perduli dengan rasa jarum suntik, pikiranku bagaimana gas ini bisa keluar. Benar saja, terasa jarum suntik masuk ke pantatku, tapi rasa sesak mengalahkan rasa sakitnya.
30 mg ketorolac masuk ke jaringan tubuhku berawal dari bokong. Aku paksakan bersandar. Sandaran dibuat lebih tinggi, dengan membiasakan sakit di dadaku semakin berkurang. Dr. Tantri kembali memberiku tablet berdiameter lebih besar dari obat pada umumnya. Belakangan kutau itu plantacid.
Gasku tidak keluar, nyeriku berkurang, nafas lebih baik dari sebelumnya, karena belum plong semua.
Hampir 1 jam aku mengalami sesak nafas, mulai dari rumah, hingga RGD di klinik.