Rokok dapat menjadi ancaman bagi siapa saja tidak memandang jenis kelamin, umur, ras, budaya, latar belakang pendidikan dll yang akan berujung pada penurunan kualitas kesehatan, penyakit dan kematian.
Di level negara rokok merupakan salah satu faktor dominan dalam peningkatan biaya kesehatan dan pengurangan produktivitas. Hal yang paling ironis adalah kelompok masyarakat miskin justru mengurangi pengeluarannya untuk makanan, pendidikan dan biaya keseahatannya dalam meneruskan kebiasaan merokoknya.
Data empiris menunjukan bahwa 80% dari angka kematian dini akibat merokok terjadi di kalangan masyarakat kelas menengah ke bawah.
Budidaya tembakau juga berdampak buruk pada penurunan kualitas lingkungan karena memerlukan banyak pupuk dan pestisida yang berujung pada pencemaran lingkungan.
Menurut WHO setiap tahunnya budidaya tembakau menggunakan lahan seluas 4,3 juta hektar yang berakibat terjadinya penggudulan hutan dunia dengan kontribusi sebesar 2-4%. Pabrik tembakau juga menghasilkan limbah padat sebanyak 2 juta ton.
Saat ini pendapatan negara dari cukai rokok dan produk rokok lainnya memang memberikan kontribusi pada perekonomian nasional, namun pertanyaannya apakah dalam jangka panjang hal ini akan terus berlangsung?
Dalam jangka panjang Indonesia sebaiknya meninjau ulang kebijakan nasional terkait dengan industri tembakau dan rokok ini. Akankan kita terus mengorbankan masa depan kesehatan generasi penerus bangsa dan juga poduktivitas sumber daya manusia hanya untuk mendapatkan keuntungan sesaat?
Apakah filosifi “rokok menghidupi orang banyak” masih akan terus kita pertahankan? Mari kita renungkan besama.
Selamat memperingati hari tanpa tembakau dunia !