Mohon tunggu...
Rob Roy
Rob Roy Mohon Tunggu... profesional -

Dharma Eva Hato Hanti

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Elit, dari Kelas Rekreasi ke Kelas Aspirasi

15 Januari 2018   21:53 Diperbarui: 15 Januari 2018   22:00 749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada tahun 1899, ekonom Thorstein Veblen mengamati bahwa sendok perak dan korset adalah simbol posisi sosial elit. Dalam risalah Veblen yang terkenal, The Theory of the Leisure Class(Teori Kelas Rekreasi), dia menciptakan ungkapan 'konsumsi yang mencolok' (conspicuous consumption) untuk menunjukkan benda/ material yang dipasang sebagai indikator posisi dan status sosial. Lebih dari 100 tahun kemudian, konsumsi yang mencolok masih merupakan bagian dari lansekap kapitalis kontemporer.

Namun kini, barang mewah secara signifikan lebih mudah diakses daripada di zamannya Veblen. Banjir barang mewah yang mudah diakses ini merupakan fungsi dari ekonomi produksi massal abad ke-20, ketika pengalihan produksi ke China dan negara-negara lain dengan penggarapan pasarnya yang berkembang di mana tenaga kerja dan bahannya murah. Pada saat bersamaan, kita telah melihat datangnya pasar konsumen kelas menengah yang mengakses barang lebih banyak dengan harga lebih murah.

Di dunia era now, kelas rekreasi telah digantikan oleh elit baru. Mereka sangat terdidik dan didefinisikan dengan alasan budaya daripada alasan sejumlah pendapatannya. Mereka peduli dengan konsumsi yang bijaksana dan tidak mencolok (unconspicuous consumption), seperti tidak mengkonsumsi makanan anorganik, mengenakan busana katun organik, dan menikmati serial podcast. Mereka menggunakan daya beli mereka untuk mempekerjakan pengasuh anak dan pembantu rumah tangga untuk menumbuh-kembangkan anak-anak mereka dan berlatih yoga.

Dalam buku The Sum of Small Things, Elizabeth Currid-Halkett, seorang profesor Kebijakan Publik, mengatakan segmen masyarakat ini dinamai "kelas aspirasi" (Aspirational Class) dan menjelaskan bahwa melalui keputusan yang cerdas mengenai pendidikan, kesehatan, pengasuhan anak, dan persiapan masa pensiun, kelas aspirasi mereproduksi kekayaan dan mobilitas ke atas, yang memperdalam segmentasi kelas yang semakin luas (segment niche/ceruk segmen). 

Currid-Halkett berpendapat, kekuatan barang material sebagai simbol kelas sosial telah berkurang karena aksesibilitas yang lebih mudah. Akibatnya, kelas aspirasi telah mengubah kebiasaan konsumennya menjauh dari materialisme terbuka untuk mengarah ke pengeluaran yang lebih  mengungkapkan status dan kualitas pengetahuan.

Dengan modal budaya yang mereka genggam, kelas aspirasi lebih mementingkan pengeluaran yang "tidak tampak" (intangible), yaitu peduli kepada pendidikan, kesehatan, pensiun, yang menggambarkan sebuah harapan dan impian masa depan generasi turunannya agar lebih berkualitas. Ini adalah keputusan yang cerdas, betapapun pengeluaran untuk materi yang mencolok bukanlah hal yang sulit bagi mereka.

Berbekal modal budaya itu mereka masuk ke jaringan sosial, bersosialisasi dan membuka jalan ke berbagai peluang menuju hidup yang berkualitas. Singkatnya, konsumsi yang tidak mencolok ini menciptakan mobilisasi sosial demi masa depan anak-anak mereka.

ELIT KITA

Dalam pergaulan sosial dan politik, kita mengelompokkan kelas elit sebagai segolongan kecil orang yang menguasai kekayaan dan kekuasaan politik dalam masyarakat. Kelompok elit memiliki posisi yang lebih tinggi daripada masyrakat biasa dan memiliki hak yang lebih besar daripada kelas masyarakat di bawahnya. Kiranya mudah dimengerti bahwa kaum politikus dan birokrat termasuk dalam kelas elit ini.

Simbol status sosial yang dipertontonkan melalui materi yang mencolok, mulai kendaraan, busana dan asesoris, adalah ciri kelas rekreasi yang nyata. Privilege yang mereka sandang ketika berada di ruang publik, di gedung rakyat atau bahkan di jalan raya misalnya, adalah semacam unjuk diri bahwa mereka memang lebih istimewa daripada publik. Keterlibatan dan keterikatan kepada material yang disandang sebenarnya hanyalah sebuah momen yang memiliki akhir. Itu sekedar ungkapan unjuk rasa, bukan model budaya yang mengaspirasi sebuah harapan ke depan.

Transformasi rekreasi menuju ke aspirasi belum menjadi sebuah model untuk sebagian kaum kelas elit. Mereka abai memfungsikan, atau tidak menunjukkan, modal budaya seperti pendidikan dan kecerdasan yang seharusnya berada di atas kelas masyarakat. Hal ini akan lebih menyedihkan lagi jika untuk mencapai posisi statusnya tersebut mereka miskin modal budaya, namun kaya materi untuk transaksional posisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun