Mohon tunggu...
Suri Aini Iswarani
Suri Aini Iswarani Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa Pendidikan yang sedang belajar menulis. Pencatat drama hidup, dan bereksperimen lewat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Tanpa Segan, Guru: Kini Disapa Ala Kadar

24 September 2025   15:05 Diperbarui: 24 September 2025   14:58 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Akibatnya, pandangan ini perlahan menurunkan wibawa guru di mata siswa maupun orang tua. Seseorang yang dulu dianggap sebagai otoritas moral kini perlahan terkikis. Profesi yang seharusnya mulia menjadi rentan kehilangan penghargaan. Hal itu tentu berdampak pada motivasi serta kualitas pendidikan yang mereka berikan juga.

            Faktor Kebijakan Pendidikan

            Aku ingat dua orang teman SD yang dulu tidak bisa naik kelas dikarenakan belum memenuhi nilai yang seharusnya. Ada yang dua tahun, ada yang sampai tiga tahun. Tapi, bisakah kita temui hal seperti itu di jaman sekarang?

Atau pengalamanku belajar selama menjadi siswa SMA, sebagai percobaan kurikulum yang berubah terlalu cepat. Dalam tiga tahun, kami sudah merasakan 3 sistem kurikulum, KTSP, Kurtilas, dan Revisi.

            Setelah menganalisis berbagai persoalan kebijakan, salah satunya adalah sistem akreditasi sekolah, gengsi dan nama baik sekolah ternyata menjadi pertaruhan yang nyata agar meluluskan siswanya, tanpa diimbangi dengan kualitas peserta didiknya. Atau dengan kata lain, asal lulus demi gengsi dan nama baik sekolah, bukan karena siswa benar-benar siap mengahadapi dunia nyata.

            Selain itu, penilaian siswa yang lebih menekankan pada angka alih-alih karakter. Tekanan administratif juga membuat guru semakin terjebak dalam rutinitas. Mereka menjadi lebih sibuk mengurus laporan, menghadiri rapat, dan menyesuaikan aturan baru ketimbang membuat inovasi pembelajaran dan fokus mendidik dengan sepenuh hati.

            Di sisi lain, sistem ini juga membuat murid melihat guru bukan sebagai teladan moral, tapi hanya sebagai pengelola kelas dan pemberi nilai. Ketika kebijakan pendidikan menekankan formalitas dan prosedur, rasa hormat terhadap guru pun perlahan memudar. Seolah guru adalah pekerja administratif di mata murid dan masyarakat, bukan sosok yang dihormati karena ilmu dan akhlaknya.

            Jika dilihat dari perjalanan pendidikan 20 tahun terakhir, jelas ada pergeseran besar dalam cara murid memandang guru. Dari sosok yang dihormati dan pusat ilmu, kini guru kerap dipandang setara bahkan direndahkan.

Faktor faktor sosisal-budaya, teknologi, ekonomi dan kebijakan pendidikan itu sendiri yang mempengaruhi hal demikian. Budaya egaliter dan globalisasi membuat murid menjadi berani mengutarakan pendapat dan berekspresi, tapi sekaligus mengikis rasa segan yang dulu menjadi pagar etika. Penghasilan guru yang rendah dan tekanan ekonomi membuat guru dipandang kurang berwibawa sehingga mudah tergeser di mata masyarakat. Tekonologi memberi banyak akses pengetahuan pada murid, yang mana seringkali menantang otoritas guru sebagai pengajar. Sementara kebijakan pendidikan yang terlalu terfokus pada hal administratif, akreditasi, dan formalitas memperlemah posisi guru sebagai teladan.

            Namun, semua ini bukan sekedar "kesalahan zaman", atau "salah murid", atau bahkan "salah guru" itu sendiri. Ini adalah panggilan untuk menata ulang cara kita dalam memandang pendidikan, menghargai guru, dan membangun budaya yang seimbang. Tetap menjadi masyarakat yang beretika dengan hormat, disiplin, namun tetap memberi ruang ekspresi yang luas.

Ini adalah tugas semua pihak untuk mengembalikan martabat pendidikan dan menjadikannya penjaga nilai. Guru yang bukan hanya mengajar tapi juga pembentuk karakter. Jika kita mengembalikan penghargaan pada guru, guru juga akan mengembalikan esensi diri mereka yang bukan hanya sekedar pengajar tapi pendidik. Mungkin, wibawa mereka-dan pendidikan itu sendiri-akan kembali pada tempat yang seharusnya. Menjadikan kita bangsa yang berkarakter dan berpendidikan lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun