Mohon tunggu...
Rosita Sinaga
Rosita Sinaga Mohon Tunggu... Guru - artikelmissrosita.blogspot.com, youtube: https://bit.ly/3nQfGqY

Seorang pendidik dan penulis yang ingin memberi manfaat bagi pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Terjebak Berlibur di Negara Pandemi, Eropa, Ini Kisahku (Part 2)

18 Mei 2020   11:30 Diperbarui: 25 Mei 2020   17:55 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang tunggu di Bandara Abu Dhabi|Dokpri

Saya akan melanjutkan kisah perjalanan berikutnya yaitu perjalanan menuju Munich, Jerman.

Untuk menuju Munich, Jerman, kami harus transit  terlebih dahulu selama 4 jam di  Bandara internasional Abu Dhabi.  Kami tiba di sana sekitar jam 1 subuh waktu setempat dan langsung menuju pemeriksaan imigrasi.

Pemeriksaan di bandara ini ternyata tidak seketat apa yang saya bayangkan.  Tidak ada pemeriksaan suhu tubuh bahkan tidak ada pemberlakuan social distancing, memberi jarak antar penumpang. Malah terlihat banyak petugas di bandara ini tidak menggunakan masker saat itu seakan-akan tidak ada masalah dengan covid19.

Bandara di sini  ternyata ramai sekali meski wabah covid19 sedang gencar-gencarnya merebak. Banyak penumpang dari berbagai negara tumpah ruah di bandara ini karena Abu Dhabi menjadi negara persinggahan.


Saya menggunakan waktu transit ini untuk saling mengenal dengan peserta tur lainnya. Dari percakapan dengan mereka, Saya menangkap sinyal kecemasan yang sama, cemas dengan kelangsungan perjalanan ini. 

Informasi dari keluarga maupun dari teman terus berdatangan menyebarkan kabar bahwa tanggal 19 Maret seluruh Eropa akan di lock down. Waduh! Apalagi ini? Kalau semua negara Eropa ditutup, nasib kami bagaimana? Mengingat rencana tur Eropa ini akan berakhir pada tanggal 23 Maret.

Tour guide mengetahui hal ini dan memastikan bahwa berita tersebut hoax, tidak benar. Dia meyakinkan bahwa perjalanan kami ini masih aman. Hanya Italia negara yang sudah tercoret dari daftar traveling kami, yang lain masih on schedule. "Semoga ini benar", batin saya.

Setelah menunggu cukup lama di Bandara Abu Dhabi, kami mendapat kabar bahwa pesawat menuju Jerman harus delay sekitar 1 jam. Penumpang yang sudah ramai antre di depan gate terlihat kecewa sekali. Mayoritas penumpang saat itu adalah orang berkulit putih, kemungkinan mereka adalah orang Jerman  yang akan balik ke kampung halamannya.  

Menunggu satu jam lagi sungguh melelahkan. Kami harus menunggu di ruang tunggu yang sempit dan kapasitas tempat duduknya juga sedikit. Para penumpang yang sudah lelah menunggu tidak peduli lagi duduk bahkan tiduran di lantai karena kursi yang tersedia sudah tidak bisa memuat penumpang lagi.

Saya tidak melihat orang Asia lain selain kami saat itu.  Untuk menghindari peredaran covid19, kami  serempak menggunakan masker di ruangan tunggu yang sempit tersebut. 

Mata orang-orang bule itu seperti tertuju kepada kami, mungkin aneh bagi mereka melihat segerombolan orang asing menggunakan masker. Budaya memakai masker bukan budaya mereka. 

 Kami balik merasa heran melihat orang-orang bule ini nampak santai, tidak menggunakan masker di saat pandemi corona mulai merebak di negara mereka. Saling mencurigai sudah mulai muncul diantara si bule dan si Asia saat itu, siapa sebenarnya yang membawa virus.

Akhirnya penantian panjang selesai juga. Jam 5 subuh, kami sudah diperbolehkan menaiki pesawat  jurusan Munich, Jerman. Saya tetap berdoa dalam hati supaya semua aman, pramugari tidak membawa virus,penumpang tidak membawa virus corona. 

Apalagi kali ini pesawat penuh sesak oleh penumpang bule asal Jerman sehingga pengamanan diri harus ditingkatkan. Saya dan ibu sesering mungkin menyemprotkan hand sanitizer di tangan

Perjalanan panjang kembali kami jalani. Perjalanan dari Abu Dhabi menuju Munich, Jerman ternyata memakan waktu cukup lama yaitu 6 jam. Melelahkan pastinya. Kami menggunakan setiap waktu yang ada untuk tidur supaya stamina terjaga.

Hati saya berdegup senang ketika mulai terlihat puncak gunung es dari kaca pesawat yang menandakan pesawat kami hampir tiba di Jerman. Sungguh tidak sabaran ingin sampai di darat dan menghirup udara segar di negara empat musim ini.

Akhirnya pesawat mendarat dengan selamat di Bandara internasional Munich , Jerman.  Kami semua merasa lega karena berhasil tiba di Jerman dengan selamat. Para peserta sibuk mengabari anggota keluarga di Jakarta untuk memastikan keadaaan mereka baik-baik saja.

Saya bergegas membawa koper dan barang bawaan lain menuju bus yang sudah menunggu di luar. Saya sudah tidak sabar lagi ingin menghirup udara segar di luar.

Brrr..! Angin dingin berhembus kencang menerpa wajah saya ketika pintu keluar dibuka. Dingin sekali.. Udara di Jerman saat itu  masih terbilang dingin, suhu berkisar 10 derajat celcius. 

Bahagianya bisa melihat langit biru yang jernih, pohon-pohon dengan daun kecil berderetan yang menjadi ciri khas selesainya musim dingin. Rasa takut, cemas, khawatir yang saya bawa dari Indonesia lenyap seketika.

Nampak bus pariwisata berkapasitas 60 orang dengan seorang supir bule ganteng sudah menunggu kami.  Bus ini sangat nyaman dan bersih dilengkapi dengan hand sanitizer.

Kisah di Munich, Jerman.

Setelah tiba di Bandara Munich, kami tidak langsung menuju hotel. Kami menuju target perjalanan pertama di Jerman yaitu Allianz  Arena yang merupakan  stadion sepak bola yang berada di sebelah utara kota Munchen. Kami hanya berfoto saja tepat di depan spot yang ada tulisan Allianz.  Tidak ada yang dilihat  di sana selain stadion besar yang sepi.

Setelah puas berfoto, kami kembali naik bus yang parkir tidak jauh dari tempat kami. Sebelum duduk, kami memastikan diri sudah membersihkan tangan dengan hand sanitizer yang tersedia di sebelah pak supir bule.

Sudah pasti tempat ini sangat sepi dikarenakan pemerintah Jerman sudah menutup beberapa kota.

 Hari semakin siang dan perut kami pun minta diisi. Tempat persinggahan kami selanjutnya adalah tempat perbelanjaan bernama Marienplatz dengan tujuan makan siang sekaligus window shopping. Marienplatz adalah pusat alun-alun di kota Munich.

Marienplatz, alun-alun di kota Munich (dokpri.)
Marienplatz, alun-alun di kota Munich (dokpri.)

Karena di dalam paket tur kami tidak disediakan makan siang, maka kami harus mencari masing-masing tempat makan yang ada di sana. Pertanyaan pertama adalah “mau makan apa?”, kedua “harganya berapa ya?”

Saya belum sempat gooling tentang tempat ini dan jenis makanan yang cocok dengan perut dan kantong saya. Saya sudah tidak bersemangat mencari tahu tentang makanan, tempat belanja  sejak tarik ulur  soal keberangkatan ke Eropa.

 Untungnya tour guide mengarahkan kami ke arah tempat makan KFC. Kami janjian untuk berkumpul lagi sekitar jam 4 sore tepat di depan KFC.

Begitu mendengar nama KFC, wah senangnya karena tempat makan inilah yang paling saya tahu. Peserta lainpun ikut memilih KFC sebagai tempat makan siang mereka.

Setelah asik memilih jenis ayam dan minuman, saya cukup terkejut mengetahui biaya makan KFC di Jerman. Namanya orang Indonesia, tidak afdol kalau segala sesuatu tidak dihitung pakai kurs Indonesia. 

Total makan saya dan ibu di KFC hampir 25 euro (1 euro hampir Rp 16.000 waktu itu). Kalau pakai kurs Indonesia sudah 400 ribuan hanya makan KFC.

Dapat apa saja? 4 ayam, kentang large 2, air mineral 2, minum orange juice pack 2. Sudah hanya itu saja. Air mineral dihargai 3 euro di KFC! Mahal sekali. Jadi kangen Aqua yang harganya cuma Rp 5.000.

Untunglah saya sudah membawa bekal beras, sambal, abon, ikan teri dari Jakarta untuk menghemat biaya makan selama di Eropa. Wah, bisa dibayangkan kalau tiap hari makan KFC. Kantong jebol hanya untuk makan siang.

Setelah kenyang, saya dan ibu berjalan-jalan sepanjang Marienplatz.

Orang Jerman di sini masih banyak di sepanjang jalan dan tidak ada yang menggunakan masker. Kami yang tadinya pakai masker jadi merasa aneh sendiri dan akhirnya memutuskan untuk melepaskannya.


Kami  melihat gedung-gedung gereja yang tinggi dan megah di sepanjang alun-alun. Gedung-gedung ini berganti fungsi menjadi toko atau museum. Bagaimana kami tahu itu bangunan gereja? Yah, pasti tahulah. Karena ada lambang salib, ada gambar bunda Maria.

Sebagai orang Kristen, hati saya merasa malu dan miris melihat gedung gereja berubah fungsi jadi toko, museum bahkan kasino.

Alun-alun Marienplatz sangat luas, banyak burung bebas beterbangan. Orang Jerman yang tinggal di kota inipun terlihat biasa-biasa saja. Nampak tidak ada ketakutan akan wabah Covid 19. Tidak ada yang pakai masker. Di sini, orang pun bebas membawa anjing peliharaan di jalan. Pria dan wanitapun bebas merokok di sini.

Setelah sejam melihat pusat perbelanjaan ini, kaki kami merasa lelah, namun tidak menemukan bangku kosong. Akhirnya ada bangku lumayan panjang di mana ada seorang wanita Jerman yang lagi menikmati minumannya. Tetapi begitu melihat saya dan ibu duduk tidak jauh dari nya, dia bangkit berdiri dan pergi.

Merasa tersinggung? Ya, iyalah. Kesannya kami ini penyebar virus corona yang tidak boleh duduk sebelahan dengan dia. Kami pun memiliki kecurigaan yang sama. Tidak mau dekat-dekat dengan penduduk sini karena takut tertular virus.

Hahaha...jadilah kami saling mencurigai selama di Jerman.

Semakin sore, angin semakin kencang. Kami berharap bisa segera istirahat di hotel karena sudah cukup lelah. Sejak dari bandara, kami hanya beristirahat di bus saja.Pastinya saya memikirkan kondisi ibu yang sudah tua. Namun terlihat dari wajahnya dia menikmati suasana di Jerman.

Jam 4, kami sudah berkumpul dan boleh masuk bus. Kami merasa lega karena bisa menikmati kehangatan di dalam bus setelah berjam-jam berada di luar.

Di Part 3, Saya akan melanjutkan kisah perjalanan berikutnya, yang seharusnya menuju Austria dibatalkan karena sudah di lock down.  Semoga tidak bosan dengan kisah pengalaman saya yang lumayan panjang karena singgah di beberapa negara Eropa Barat.  Saya harus menghentikan cerita karena  saya harus mengedit cerita maupun mengedit foto atau video dulu ya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun