Mohon tunggu...
Rory Anas
Rory Anas Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berprofesi sebagai Advokat.

Pemberi Nilai, Respon dan Komentar akan di Follow. WA +628117068676

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Telah 14 Abad Al Qur'an Memperingatkan Soal Memilih Pemimpin di Era Demokrasi

21 Januari 2019   12:55 Diperbarui: 21 Januari 2019   13:07 1015
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Terbersit kesan dari judul tulisan ini sepertinya ada unsur Futuristik, atau bahkan ada yang menganggap tulisan ini akan menggunakan ilmu "cocoklogi", yaitu mencocok-cocokkan ayat yang terdapat dalam kitab suci dengan kondisi kekinian, Namun saya yakin, apabila tulisan ini dibaca dengan seksama maka anggapan "cocoklogi" itu akan hilang.

Perlu digarisbawahi bahwa Pemimpin yang dimaksudkan dalam tulisan ini secara umum bukan hanya Presiden, tetapi juga Gubernur, Bupati/Walikota, Kepala Desa, Kepala RT/RW/Dusun, Anggota Legislatif dan juga Hakim. mencakup seluruhnya di Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. Sebut saja CAPRES, CAKADA dan CALEG beserta turunannya.

Cikal bakal ideologi demokrasi sudah lahir sejak zaman Yunani Kuno, sebelum Islam ada. Demokrasi lahir merupakan sebagai Antitesa dari sistem kediktatoran yang dahulu menjadi bentuk Pemerintahan yang ada pada zaman kuno. Para Filsuf Yunani melontarkan ide demokrasi dengan maksud menggantikan sistem pemerintahan yang ada pada saat itu, namun tidak sempat berkembang karena para Filsuf ini tidak dapat melawan kediktatoran yang sangat kuat pada zamannya.

Setelah zaman kuno tersebut, lahirlah Islam. Islam bukan hanya sebagai Agama peribadatan, tapi Islam merupakan suatu jalan hidup atau cara hidup. Jalan dan cara bagaimana hidup didunia dan bagaimana menuju akhirat yang kekal abadi. Setiap sendi kehidupan diajarkan dalam Islam. Mulai sejak bangun tidur dipagi hari sampai bangun lagi dipagi keesokan harinya.

Milyaran orang di dunia mau mengikuti Islam, karena jalan dan cara hidup dalam Islam diyakini adalah satu-satunya jalan dan cara terbaik yang diajarkan oleh Sang Pencipta (ALLAH SWT) melalui manusia pilihannya (MUHAMMAD SAW) kepada makhluknya agar bisa selamat hidup di dunia dan di akhirat.

Kehidupan beragama, sosial, budaya, politik, hukum, seni, apalagi ibadah, dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu, semua diatur dalam suatu sistem besar terintegrasi yang bernama Islam. Dalam Islam semuanya ada. All in One.

Berbeda sekali dengan sistem demokrasi yang dikembangkan oleh non Muslim (barat). Sistem demokrasi dari barat ini tidak terintegrasi, tetapi ada pemisahan antara kehidupan beragama (peribadatan dan hukum-hukumnya) dan kehidupan bernegara (sistem dan hukum-hukumnya). Keduanya tidak dapat dicampurkan. Dimana hukum-hukum bernegara dibuat oleh manusia, kadangkala dan bahkan seringkali hukum buatan manusia ini lebih tinggi kedudukannya daripada hukum agama yang notabene sebenarnya hukum agama adalah hukum dari Tuhan yang seeharusnya lebih tinggi kedudukannya.

Ulama-ulama Islam sendiri menerima sistem demokrasi ini. Bisa diartikan Islam tidak menolak demokrasi. Ini dapat dibuktikan dengan ada sebagian negeri-negeri Muslim atau negara-negara mayoritas Muslim yang menggunakan sistem demokrasi dalam bernegara. Rasanya tidak ada manusia atau muslim terdahulu yang akan membayangkan bahwa sebagian negeri-negeri Muslim akan menggunakan sistem Demokrasi dalam bernegara. 

Khusus untuk di Indonesia, demokrasi yang berlaku tidak murni seperti yang diajarkan oleh pencetus demokrasi, yang ada di Indonesia ialah demokrasi yang sudah melalui jalur kompromi dengan berbagai elemen masyarakat yang berkaitan dengan Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan, dengan tujuan untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sistem pemerintahan Islam pada saat lahirnya, sekitar abad ke-7 masehi yaitu Khilafah, dimana seorang khalifah diangkat dan dibaiat oleh Kaum Muslim dalam kalangan terbatas dengan cara yang demokratis dan sebenarnya lebih mendekati kepada musyawarah mufakat. Ada 4 Khalifah yang diangkat secara demokratis sesudah meninggalnya Nabi Muhammad SAW. Tentu saja pada saat itu kemungkinan non Muslim akan diangkat untuk menjadi khalifah tak dimungkinkan, walaupun pemilihan dilakukan secara demokratis dalam suatu musyawarah tersebut.

Setelah berakhirnya era 4 (empat) Khalifah, maka muncullah Sistem pemerintahan Khilafah yang lebih condong seperti Kerajaaan, lebih tepatnya Kesultanan Islam. Kenapa saya menyebutnya seperti kerajaan? Karena pengganti Raja yang disebut Sultan tersebut, adalah keturunannya yang memiliki hubungan darah. Hal ini sangat berbeda dengan 4 orang Khalifah yang diantara mereka tidak ada hubungan darah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun