Makan ayam goreng di McDonald itu modern, kalau menyantapnya di rumah makan Suharti itu tradisional. Kalau minum es teh di warung tepi trotoar, bisa minta tambah gula, bayarnya cuma Rp.1.500.Â
Kalau minum Ice Tea di Pizza Hut, pakai gula sintetis pun, tidak bisa minta tambah, bayarnya Rp.22.000.
Demikianlah, dunia kita hari ini. Menjadi modern itu bermakna menjadi orang barat atau menjadi orang Amerika. Kalau tidak keduanya, tidak modern. Ironi terbesarnya adalah, kognisi kita mengkonfirmasi hal itu.Â
Pesta perayaan ulang tahun kalau memotong tumpeng itu klenik, yang modern itu berpesta di resto cepat saji. Telepon genggam yang diletakan di atas meja saat bersua teman itu kalau bermerek impor, telepon buatan Indonesia itu kuno.
Persis pada hal-hal praktis inilah, modernisasi membawa pada masyarakat local dimana ia diadopsi menjadi kebijakan pemerintah atau perilaku masyarakat, tiga kaki konseptualnya yang tampak rapuh, meski dibalut atribut cerlang cemerlang.Â
Kaki-kaki yang menjadi sasaran kritik itu adalah (1) definisi modernisasi, (2) pendekatan modernisasi, dan (3) katup pengaman modernisasi.
Persoalan definisi, sebagai titik kritis pertama, sudah sedikit disinggung di atas. Seakan akan modern itu bermakna kebarat-baratan atau keamerika-amerikaan.Â
Sejatinya, modernisasi bermakna transformasi. Transformasi dari yang ditunjukan oleh indicator industrialisasi. Kalau semula petani membajak sawah menggunakan kerbau, kemudian berganti membajak dengan tractor, itu modernisasi.Â
Bukan berarti modernisasi adalah mengubah lahan pertanian menjadi area industri yang berujung pada hilangnya lumbung pangan, teralienasinya petani dari lingkungan industri yang dipenuhi pekerja migran, dan hijrahnya petani ke kota berganti profesi menjadi pemulung.
Transformasi menuju modernisasi ini seratus persen adalah kebijakan local. Lokal dalam skala daerah. Lokal pula dalam skala negara.Â
Jika pemerintah dan pemerintah daerah sanggup menjaga dan memanfaatkan kelembagaan local seperti arisan, subak, gugur gunung, masohi dan sebagainya sebagai media untuk mengubah masyarakat menjadi modern tanpa kehilangan jati diri, maka modernisasi mencapai titik keberhasilan.Â