"Bro, sekarang ada HP 5G murah," itu kata kata seorang teman mempromosikan telepon genggam dengan teknologi internet super canggih hari ini. Teknologi yang disambut dunia dengan dua sisi pemikiran saling bertolak belakang.Â
Satu kubu menyambutnya sebagai jalan menuju apa yang disebut era revolusi industri 4.0 dengan semboyan "internet of things". Â Kubu yang lain menyambutnya dengan cibiran karena dampak radiasi gelombang elektromagnetikanya disebut membahayakan kesehatan manusia.
Begitulah. Dunia modern ini hampir selalu menampil dengan dua wajah. Senyum sekaligus sayu. Tetapi siapa yang dapat menghalangi modernisasi? Ia hadir dalam keseharian, dan merupakan keseharian itu sendiri.Â
Pada titik paling ekstrim, modernisasi hampir dapat dipersamakan artinya dengan manusia. Artinya, tidak ada manusia tanpa modernisasi.
Kritik Konseptual
Istilah modernisasi sendiri adalah produk konsep pasca perang dunia kedua (PD II). Beberapa penulis seperti Dean C.Tipps (1973), Sutrisno (2009) dan Prateek Goorha (2018) memandang modernisasi sebagai "konsep Amerika" untuk mendorong transformasi negara negara di dunia.Â
Sasaran modernisasi tentu saja adalah negeri negeri dunia ke tiga, termasuk negeri yang kalah dalam PD II. Modernisasi ditawarkan sebagai panacea atas semua masalah social, budaya, ekonomi, dan politik.
Tips menyebutkan bahwa konsep ini secara ringkas disasarkan pada dua tujuan. Pertama, perubahan social yang ditopang oleh berbagai lembaga masyarakat dimana nilai social hidup. Kedua, perubahan individu yang ditandai oleh perubahan pola pikir, sikap dan tindakan merespons semangat modernisasi.Â
Baik arah perubahan social, maupun perubahan individu, Â sama sama diletakan di atas pilar rasionalisme Eropa yang telah berkembang ratusan tahun dan menjadi jembatan transformasi social dunia barat.
Itulah sebabnya, modernisasi selalu diartikan sebagai jalan rasionalisasi menuju dua titik. Pertama, titik dunia barat atau Westernisasi. Kedua, titik dunia Amerika atau Amerikanisasi. Disetujui atau ditolak, modernisasi pada tataran keseharian pun mengarah ke sana. Kalau bukan mengarah ke sana, maka ia dicitrakan ke sana.