Mohon tunggu...
Ronsen Pasaribu
Ronsen Pasaribu Mohon Tunggu... PNS -

Dalam hal mengabdi demi ibu pertiwi, tak pernah berpikir untuk berhenti.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Literisasi FBBI dan Antisipasi Radikalisme

4 Mei 2017   14:26 Diperbarui: 4 Mei 2017   14:36 680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak jalan ke Roma, pepatah lama yang kita dengar untuk menggambarkan menuju suatu cita-cita dapat dilakukan dengan berbagai cara. Sama halnya dengan usaha masyarakat orang batak di Bonapasogit, guna merubah kehidupan dari kemiskinan menuju kehidupan yang lebih sejahtra, ditempuh dengan berbagai cara, antara lain melalui pendidikan.

Tanggal 1 Mei, hari Pendidikan Nasional, seluruh rakyat Indonesia memperingatinya dengan berbagai upacara namun ada beberapa lembaga memperingatinya dengan aksi nyata. Salah satu diantaranya Forum Bangso Batak Indonesia (FBBI) menyelenggarakan Aksi Nyata membangun Balai Pustaka di Desa-Desa di Bonapasogit. Sampai saat ini, FBBI sudah ada 4 (empat) paket Balai Pustaka sebagai sarana Literasi bagi Siswa mulai  SD,SMP, SMU atau sederajat dan Umum. Lokasinya di Desa Sigolang, Kecamatan Aek Bila, Tapsel, Desa Borbor, Kecamatan Borbor, Kab Tobasa, Desa Unjur, Kecamatan Ambarita, Samosir dan Desa Parongil Jehe, Pakpak Bharat. Masing-masing 400-an atau sudah 2.500 judul buku.

Fauzi Andina, menulis untuk mengatrol rendahnya minat membaca, melalui jembatan emas yaitu terbangunnya balai pustaka.  Ada 4 cara bagi literasi yang diminati oleh siswa atau masyarakat, yaitu menambah sarana dan prasarana; layanan yang ramah dan bersahabat; koleksi buku yang memadai dan terakhir menciptakan iklim membaca di sekolah.

Dalam perspektif itulah, FBBI mendorong balai pustaka untuk  pelaksanaan di sekolah menerapkan empat faktor itu. Peran guru dengan mewajibkan jam membaca bagi seluruh siswa minimal 2 (dua) jam  seminggu dan kepada siswa diwajibkan mencatat  buku yang sudah dibaca sebagai dasar menambah nilai di evaluasi akhir (raportnya). Cara ini pengungkit minat baca siswa dengan mengaitkan dengan kewajiban membaca di Sekolah.

Kaitan dengan radikalisme

Dengan berkembangnya radikalisme ditengah masyarakat yang boleh jadi merasuk melalui literasi pendidikan di sekolah bahkan melalui kegiatan Organisasi ekstra kurikuler di Perguruan Tinggi, menjadi sebentuk keprihatinan FBBI. Bahkan pernyataan dan dukungan telah kami selaku pimpinan FBBI, telah mengirimkan surat resmi (sebagai pengganti bunga aspirasi) ke KAPOLRI dan jajaran guna melaksanaan tindakan nyata yang pro – Yustitia menindak kelompok yang anti 4 pilar yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Kesatuan Negara dan Bhineka Tunggal Ika. Hanya dengan kondisi yang kondusif melaksanakan 4 pilar itu, kita dapat mencapai cita-cita negara yang rakyatnya sejahtra yang berkeadilan.

Sekaitan dengan semangat Pendidikan Nasional dan meningkatnya radikalisme ini, beberapa Fungsionaris FBBI “angkat bicara”, sebagai sumbangsih bagi kemajuan bangsa dan negara, termasuk di Bonapasogit tentunya.

 Hampir semua berpandangan bahwa pendidikan menjadi prioritas bagi keluarga orang batak di Bonapasogit. Orangtua, bekerja keras, mengalokasikan hasil pertanian guna menyekolahkan anak-anaknya supaya berpendidikan, dibalik itu supaya taraf kehidupannya berubah lebih maju dari sekedar hidup di kampung halamannya. 

Dengan kalimat yang berbeda namun maknanya sama, Sdr. Halani Damanik, Ketua DPC Kota Pematang Siantar, Sarinah Purba, S.Pd, Kabid Pendidikan DPP FBBI, Victor Panggabean, Anggota FBBI Kota Pematang Siantar, Anna Sianturi, Kabid Lingkungan Hidup dan Pariwisata DPD FBBI DKI , Robin Turnip, FBBI di Samosir, Danny Siagian, Ketua Dewan Pakar DPP FBBI, Jimmy Lumbangaol, Ketua DPD Sumsel, Thomson Napitupulu, FBBI Bali dan Dr. Mangasi Panjaitan, Senior FBBI, sekarang Rektor Universitas Mpu Tan Tular, Jakarta.

 Saking semangat orangtua menyekolahkan, orangtua tak hiraukan alokasi uang untuk kenikmatan diri sendiri, biarpun makan ikan asin asal ada uang dikirim ke anaknya di perantauan. Tinggal anaknya sekarang, mau sukses sekolah atau tidak? Hanya mereka yang sungguh-sungguh yang bisa lulus. Namun, ada sebagaian yang menempuh lajur non sekolah formal, tetapi bekerja dibidang profesional dan banyak yang berhasil.

Bagaimana hubungan cita cita Hamoraon, Hagabeon dan Hasangapon, dengan pendidikan di Bonapasogit. Mengingat pendidikan yang jadi prioritas, tentu didasarkan pada pandangan melalui pendidikan sebagai jembatan emas menuju gapaian cita H3 itu. Jika betul, perlu kita kritisi juga sekarang ini bahwa mengandalkan ijasah saja, “belumlah” cukup menjawab tantangan jaman sekarang. Diperlukan usaha keras, keberanian berbuat yang penuh pengetahuan dan creativitas atau apa yang dinamakan “entrepreneurship”.  

Ilmu itu bisa dipelajari sendiri atau melalui kursus tambahan selain ijasah kesarjanaan kita, supaya kita tidak tergantung peluang yang terbuka di PNS, atau Perusahaan swasta. Namun bisa lebih khusus bekerja secara mandiri dalam memulai usaha baru, mengembangkan, mengikat kerjasama dengan pihak terkait (stake holder) baik dari hulu sampai ke hilir. Usaha mandiri ini yang bisa menampung tenaga kerja lebih banyak dan keuntungan bisa dikelola sendiri, termasuk pengembangan usahanya.

Bagaimana tanggapan atas Program Literasi FBBI dan saran perbaikannya? Danny Siagian melihat agar Pemda dilibatkan membina melalui penambah judul buku dan sarana yang membuat siswa lebih nyaman. Sedangkan Sarinah Purba, menyoroti pentingnya jumlah dan jenis bacaan yang relevan bagi siswa-siswa. 

Minat itu yang mendorong mereka untuk lebih membaca buku di Balai Pustaka FBBI, tentu peran Guru dengan insentive seperlunya perlu disiapkan oleh para perantau.

Mangasi Panjaitan, berharap Literasi ini diperluas ke desa desa dengan jenis tidak hanya untuk siswa tapi untuk umum yang disesuaikan dengan sumber daya alam yang tersedia. Ditambahkan, “bagi bangso batak, pendidikan itu penting, tapi lebih penting hamoraon. Profesor miskin tidak dihargai, koruptor kaya lebih dihormati oleh batak”,  kritik beliau atas kesalah kaprahan orientasi pendidikan bagi sebagian orang batak.

Mangasi Panjaitan dan Victor Panggabean, sependapat Pendidikan Moral Pancasila dan tindakan Kepolisian RI yang tegas,  sebagai cara ampuh untuk menangkal radikalisme yang berkembang akhir-akhir ini.  Victor menambahkan pendidikan budi pekerti, bagian budaya orang batak, membentuk moral perilaku, perangai, tabiat serta achlak, paduan akal dan perasaan yang baik juga terpuji bahkan menghindarkan diri dari perilaku tercela dan buruk. Perlu dibudayakan perbuatan kecil diawali dirumah, seperti perkataan mohon maaf, minta tolong,  permisi dan ucapan terimakasih. 

Semua sependapat bahwa Pancasila tidak sekedar dihafal namun nilai-nilai pancasila dilaksanakan, menyatu dengan perbuatan sehari hari. Hanya dengan cara itu, radikalisasi, provokasi, ujaran kebencian bahkan menihilkan empat pilar yang menjadi soko guru tegak berdirinya kita sebagai Bangso Batak sekaligus Bangsa Indonesia.

Selamat memperingati Hari Pendidikan Nasional, dengan memperbanyak Literasi di Bonapasogit. Mari Gemar membaca, cerdaskan anak-anak Indonesia .

Jakarta, Kantor Pusat DPP FBBI, tanggal 04 Mei 2017.

RLMP/Ketua Umum FBBI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun