Mohon tunggu...
Ronald Wan
Ronald Wan Mohon Tunggu... Freelancer - Pemerhati Ekonomi dan Teknologi

Love to Read | Try to Write | Twitter: @ronaldwan88

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

J Edgar Hoover dan Polemik KPK

15 September 2019   09:54 Diperbarui: 15 September 2019   10:04 809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
J. Edgar Hoover (Biography.com)

Dua hal yang menjadi perdebatan polemik KPK adalah penyadapan yang diwacanakan akan memerlukan persetujuan dewan pengawas serta apakah diperlukan dewan pengawas KPK?

Apakah prosedur penyadapan KPK sekarang ini sudah cukup mumpuni untuk mencegah penyalahgunaan penyadapan? Apakah pernah ada audit tentang prosedur ini?

Karena seperti melihat kasus J. Edgar Hoover, kekuasaan yang terkonsentrasi pada satu entitas dalam jangka waktu lama, rawan disalahgunakan. Apalagi tanpa pengawasan yang baik.

Penambahan dewan pengawas yang seperti disebutkan oleh Presiden Jokowi akan diisi oleh tokoh masyarakat pegiat anti korupsi dan akademisi mungkin memang akan memperlambat proses penyadapan. Tetapi apakah akan memperlemah KPK?

Apakah tidak lebih baik mencegah penyalahgunaan kekuasaan?

Usia KPK sudah 17 tahun, apakah memang sudah sempurna sehingga tak perlu perbaikan?

Terlebih setelah membaca tentang penolakan rotasi di internal KPK pada tahun 2018. Agus Rahardjo menjelaskan bahwa salah satu alasan pihaknya melakukan rotasi lantaran ada pegawai yang sudah delapan tahun menempati posisinya. Sehingga butuh penyegaran dengan menempatkan para pegawai yang sudah lama pada posisi yang baru.

Tetapi WP KPK menolak dengan alasan tidak transparan.

Dalam organisasi rotasi itu adalah hal yang wajar, terlebih jika memang dilihat performa organisasi sudah kurang baik atau adanya orang yang terlalu lama memegang jabatan tertentu.

Misalnya ketika seseorang terlalu lama di posisi pembelian. Bisa ada keengganan untuk mencari pemasok baru karena hubungan baik, walau bukan berarti mendapatkan sesuatu dari pemasok. Tetapi ke arah enggan untuk melakukan penyesuaian dengan pemasok baru.

Atau ketika Saut Situmorang seperti ditekan untuk mengumumkan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Firli Bahuri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun