Disertai dengan penguatan dolar AS ke hampir semua mata uang dunia termasuk rupiah.
Argentina mengalami krisis dan meminta bantuan IMF di bulan Mei 2018. Dilanjutkan dengan ambruknya Lira Turki yang sempat turun nilai tukarnya sebesar 18% dalam sehari (Jumat 10 Agustus 2018).
Krisis kedua negara berkembang tersebut dikhawatirkan akan menyebar ke negara berkembang lain seperti Afrika Selatan, India dan Indonesia.
Bagaimana dengan pandangan Analis?
Menurut Karine Hirn (East Capital Aset Management), tekanan terhadap ekonomi negara berkembang sebagian disebabkan oleh menguatnya dolar AS, meningkatnya harga minyak tetapi yang utama adalah sentimen dari pelaku pasar.
"Jangan dilupakan bahwa secara umum pasar negara berkembang terpengaruh oleh sentimen negatif (krisis Argentina dan Turki misalnya) karena banyak investor adalah investor asing dan bukan investor domestik. Sekarang ini memang suhu perdagangan internasional sedang meriang akibat meningkatnya tensi dagang." kata Karine
Tetapi Karine menekankan bahwa sampai saat ini dia tidak melihat adanya masalah besar karena secara umum bisnis cukup baik.
Kepala Riset Asia Bank ANZ, Khoon Goh mengatakan kepada CNBC bahwa fundamen ekonomi Indonesia cukup baik dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi di kuartal dua (5,27%).
Tekanan terhadap rupiah adalah ketakutan pasar keuangan terhadap kemungkinan menyebarnya krisis Argentina dan Turki. Ketakutan ini akan menambah beban pemerintah Indonesia dalam menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Vishnu Varathan, Kepala Ekonom dan Strategy Mizuho Bank mengatakan bahwa saat ini ketakutan terhadap risiko penyebaran krisis di negara berkembang terlalu dibesar-besarkan namun memang bisa dimengerti.
"Yang paling penting adalah memitigasi risiko penyebaran krisis. Ambruknya Peso Argentina dan Lira Turki sangat berbeda dengan penurunan nilai tukar rupee India dan rupiah Indonesia." Kata Vishnu.