Membongkar Oligarki di Indonesia
Episode 8 -- Perlawanan Rakyat: Dari Jalanan ke Media Sosial
Di sebuah sore yang terik, ribuan mahasiswa memenuhi jalanan depan gedung DPR. Mereka datang dengan poster, toa, dan suara lantang: "Hidup rakyat! Tolak oligarki!" Dari balik pagar besi, aparat berjaga, lengkap dengan tameng dan gas air mata. Adegan ini bukan sekali dua kali terjadi di Indonesia. Dari tahun ke tahun, rakyat selalu mencari jalan untuk melawan cengkeraman oligarki---kadang lewat demonstrasi jalanan, kadang lewat medsos yang riuh rendah.
Sejarah Perlawanan Jalanan
Rakyat Indonesia punya tradisi panjang melawan ketidakadilan melalui aksi massa.
*1966: mahasiswa menuntut Tritura dan berperan menjatuhkan Orde Lama.
*1998: ribuan mahasiswa turun ke jalan, menduduki gedung DPR, dan akhirnya menumbangkan Soeharto.
*2019: aksi #ReformasiDikorupsi menolak revisi UU KPK dan RKUHP.
*2020: demo besar menolak UU Cipta Kerja yang dianggap pro-oligarki.
*2025: gelombang protes menentang kebijakan pangan dan tambang yang hanya menguntungkan elite.
Aksi jalanan selalu menjadi simbol bahwa rakyat masih punya daya. Tapi apakah selalu efektif? Tidak selalu. Banyak tuntutan berhenti di jalanan, tanpa masuk ke ruang pengambilan kebijakan.
Media Sosial: Jalan Baru Perlawanan
Di era digital, media sosial menjadi arena baru melawan oligarki. Hashtag seperti #ReformasiDikorupsi, #TolakOmnibusLaw, hingga #MahasiswaBergerak mampu memobilisasi ribuan orang hanya dalam hitungan jam.
Medsos menjadi alat untuk:
1.Menyuarakan isu yang dibungkam media arus utama.
2.Membangun solidaritas lintas daerah: mahasiswa di Makassar bisa langsung terhubung dengan aktivis di Jakarta.
3.Mengawasi elite: rakyat bisa merekam dan menyebarkan video penyalahgunaan aparat atau pejabat yang abai.
Namun, kekuatan medsos juga punya sisi gelap. Algoritma sering memihak konten sensasional, sementara buzzer politik beroperasi menggiring opini.
Tiga Model Perlawanan
1.Perlawanan Jalanan
-- Simbolis, membangun tekanan publik, tetapi sering dihadapi represi aparat.
2.Perlawanan Hukum
-- LSM dan advokat rakyat menggugat UU oligarki ke Mahkamah Konstitusi. Misalnya, uji materi UU Minerba, UU Cipta Kerja, hingga aturan pengelolaan hutan.
3.Perlawanan Digital
-- Tagar, petisi online, investigasi independen, hingga whistleblowing.