Faktor ketiga adalah karakter dari anak itu sendiri. Para orang tua harus jeli memilih sekolah yang tepat dengan tidak mengesampingkan kondisi dari anak itu sendiri. Karakter dan ketertarikan anak harus dipelajari karena setiap anak membutuhkan treatment yang berbeda. Pada saat saya di Jerman, saya cukup terkejut melihat orang tua asuh saya mendaftarkan anaknya ke sekolah alam.Â
Menurut Ibu Asuh saya, anaknya lebih membutuhkan pembentukan karakter dan pola pikir yang baik di usia dini dibandingkan kemampuan baca tulis atau berhitung. Ibu asuh saya mengatakan, tidak masalah baginya jika anaknya baru bisa membaca di umur 7 atau 8 tahun tetapi menjadi lebih hormat kepada orang lain, peduli kepada lingkungan, kreatif, mandiri dan memiliki rasa tanggung jawab. Suatu pemikiran yang sangat berbeda dengan karakter orang tua di Indonesia yang cenderung lebih mengutamakan kemampuan baca tulis, berhitung serta nilai anak dibandingkan dengan karakter atau pun sifat anak itu sendiri.
Faktor terakhir adalah fasilitas sekolah. Fasilitas sekolah mencakup banyak hal, diantaranya tingkat keamanan, kebersihan, kenyamanan serta kelengkapan sarana dan prasarana pendukung proses belajar mengajar. Apakah sekolah memberikan pengawasan yang maksimal kepada murid untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan seperti bully dan pertengkaran siswa yang belakangan juga muncul bahkan di tingkat Sekolah Dasar.Â
Hal lainnya yang harus diperhatikan, apakah komunikasi antara guru dan orang tua murid di sekolah tersebut terjalin dengan baik. Pihak sekolah dan orang tua harus siap dihubungi sewaktu dibutuhkan. Pertemuan rutin juga perlu dilakukan sebagai bentuk kerjasama antara guru dan orang tua untuk perkembangan anak.
Pemilihan sekolah terhadap anak seperti hukum sebab akibat. Sekolah dengan kualitas, kurikulum dan tenaga ajar yang berbeda tentu akan meluluskan siswa dengan karakter, kemampuan, dan peluang masa depan yang berbeda pula. Saya merasakan sendiri perbedaan antara saya dan ketiga adik saya yang mengenyam pendidikan di Sekolah Dasar yang berbeda.Â
Mau tidak mau, kami menunjukkan pola pikir, kemampuan dan karakter yang cukup jauh berbeda meski setelahnya melanjutkan di Sekolah Menengah Pertama yang sama. Bukan hal mustahil jika karakter sejak Sekolah Dasar ikut merambat hingga SMP, SMA bahkan di bangku kuliah. Tentu setiap hal bisa diperbaiki, setiap ketinggalan bisa dikejar. Tetapi pastilah lebih baik jika langkah yang tepat diambil sejak awal, sejak di Sekolah Dasar. Dengan tulisan ini, saya berharap para orang tua menyadari peran besar pendidikan Sekolah Dasar terhadap masa depan anak.