Belikan aku minyak goreng, Dhes
Tidak banyak, cukup buat goreng ikan
Sudah lama lidahku dipasung rebusan daun dan tempe kukusan
Anak-anakku gembira bapaknya akan menggoreng ikan
Selama ini aku tak menggubris. Sampai angin menempelengku, kalau minyak menyembunyikan diri
Menyembunyikan diri? Bukannya disembunyikan? Betulkan, Dhes?
Dimana telinga dan mata kau letakkan?
Isteriku menjambak rambutku, menyadarkanku agar lekas melempar mimpi
"Minyak langka! Adanya munyuk!"
Aku kaget isteriku mengumbar maki
Selama merajut cinta hingga beranak, belum pernah semburan bisa keluar dari mulutnya Â
Ketakutan mendesak. Gegara minyak goreng, wanita yang kunikahi sepuluh tahun lalu memunguti  kekesalan, melempari kekalut bayangan Â
Uangku dilipat. "Simpan saja dicelana dalammu"
 Rebusan tempe kembali aku kunyah. Rasanya menggelikan.
"Ikannya?"
"Besuk kita rebus juga"
"Apa enak ikan direbus?"
"Jangan tanya aku. Coba datangi orang-orang yang menimbun sekalian satroni bapak menteri"
Sebilah celurit dipasangkan ke tanganku. "Buat apa?"
"Tolong potong lidah mereka. Aku kangen pingin bestik lidah". Isteriku sudah hilang ramah tamahnya. Keanggunannya musnah seiring langkanya minyak. Adanya munyuk!
Pinjam temalimu, Dhes. Ada yang ingin aku ikat.
* Solo, Maret 2022