Kemudian motor kami arahkan mengikuti patok cor yang berderet memanjang. Ini sebagai petunjuk agar benar menuju pemberhentian jeep sebelum lanjut kearah puncak gunung Bromo.
Sampai juga di sekumpulan jeep terparkir. Disitu kuda siap menggantikan bila kalian berhasil nego harga. Kalau nggak jalan kaki sejauh kira-kira 2 kilometeran. Mau?
Yang bermotor ria langsung saja melesat kesana.
Ternyata Catur bermasalah dengan perutnya. Sampah harus dikeluarkan. Untung disitu ada toilet. Ya ditunggu hajatnya.
Seorang pedagang kacang dan pisang rebus menjadi kantong pertanyaanku mengenai Bromo-sekalian beli dagangannya.
Sambil bincang-bincang, kulit kacang aku tekan dan isinya aku telan. Harus sering ngemil biar energi tersedia.
Akhirnya urusan Catur kelar. Wajahnya sumringah-gembira ria. Bebannya sudah terbuang. Dia bilang airnya dingin. Pantatnya seperti diguyur remahan balok es. Badalaaa....
Tiba diparkiran motor, kami berupaya naik ke puncak Bromo lewat tangga yang telah tersedia. Ilham AP sudah menyatakan menunggu dibawah-disebuah warung tenda. Kita berdua maklum, karena bobot tubuhnya melebihi ambang batas.
Riuhnya areal sudah sewajarnya, karena semua mempunyai fokus sama: naik ke puncak.
Langkah kaki membenam dipasir. Siap! Ayo gaes. Awalnya semangat '45 menggelora didada, lambat laun harus tahu diri. Stamina meleleh karena asupan udara yang tersendat-sendat. Itu saja belum sampai tangga. Break dulu jangan dipaksa, sebab tidak ada ambulance terparkir.
Langkah demi langkah menjadi saksi kekuatan tiap individu. Tidak sama.