Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Roman Rendusara lahir dan tumbuh sebagai anak kampung di Rajawawo, Kec.Nangapanda, Ende-Flores, NTT. Kini, menetap di kampung sebagai seorang petani, sambil menganggit kisah-kisah yang tercecer. Kunjungi juga, floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Mengulik Budaya Pesta di Flores

18 Januari 2016   12:59 Diperbarui: 18 Januari 2016   18:01 856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Salah Satu Acara Pesta Sambut Baru di Flores"]Salah Satu Acara Pesta Sambut Baru di Flores (Foto:www.ranselnaraituh.blogspot.com)

BUDAYA pesta akhir-akhir ini sangat fenomenal di Flores. Dari ujung Timur hingga ujung Barat pulau nusa nipa ini tanpa terkecuali. Di kota-kota kabupaten apalagi di kampung-kampung. Umumnya, dikatakan pesta, jika merujuk pada tenda/panggung acara dengan dekorasi yang indah, susunan sound system musik dengan dentuman bass yang menggetarkan tanah, menjulang di dua sisi panggung atau tenda dan undangan yang hadir. Berapa pun jumlah tamu undangan, tergantung ketika keluarga dan para sahabat berkumpul. Perkiraan biaya setiap pesta pun beragam, berkisar 5-100 juta, tergantung jenis pesta.

Saya dapat membagi beberapa jenis pesta berdasarkan maksud upacara. Ada lima jenis pesta. Pertama, pesta yang berhubungan dengan ritual/upacara keagamaan. Kedua, pesta yang berhubungan dengan pendidikan. Ketiga, pesta yang berhubungan dengan upacara adat, syukuran panen dan pemberian makan leluhur. Keempat, pesta yang berkaitan dengan ekonomi. Kelima, pesta berkaitan dengan peringatan hari nasional kebangsaan Indonesia.

Pertama, pesta yang berhubungan dengan ritual/upacara keagamaan. Di Flores umumnya masyarakat menganut agama Katolik, meski umat beragama lain juga mulai tersebar merata di setiap wilayahnya, seperti Islam dan Kristen Protestan. Ada beberapa pesta yang berhubungan dengan ritual keagamaan Katolik, seperti;

Satu, upacara Pembaptisan/Permandian, umumnya pada upacara ini tidak ada pesta seperti yang saya maksudkan di atas. Namun sekedar makan bersama dengan keluarga besar dan tetangga. Tidak banyak biaya dikeluarkan tuan pesta dalam pesta ini.

Dua, Pesta Komuni I, di Flores lebih dikenal dengan Pesta Sambut Baru. Ini seperti pesta massal. Setiap paroki melaksanakannya setahun sekali untuk anak-anak seusia kelas 4-5 SD. Andaikan, ada lima SD di sebuah paroki dengan jumlah murid kelas 4-5 masing-masing sekitar 20 orang, maka penerima Komuni I akan menjadi 100 orang sekaligus. Kita bisa membayangkan dentuman musik bak deretan toko kaset. Semacam adu gensi, anak-anak menuntut orangtuanya harus menyelenggarakan pesta. Trennya orangtua ikut mengamini. Saya sempat bertanya soal biaya, umumnya tidak kurang dari 5-10 juta. Biaya minimal mengandaikan, tuan pesta menyediakan sendiri babi untuk dipotong.

Tiga, Pesta Pernikahan. Pesta jenis ini hampir sama dengan pesta Komuni Pertama, hanya biaya semakin lebih besar. Jumlah undangan ratusan orang. Daging yang biasa dipotong sapi dan babi. Umumnya andai di kota menyewa gedung, soundsystem, MC dan vocal group. Pesta pernikahan lebih direncanakan dengan optimal, dengan dibentuknya panitia khusus oleh pihak keluarga besar kedua mempelai.

Empat, Pesta Tabisan Imam, Perak Imamat, Emas Imamat dan Pancawindu Imamat. Pesta ini untuk mensyukuri rahmat Sakramen Imamat yang diterima oleh seorang pastor, melibatkan umat dalam jumlah besar. Lebih dari 1.000 undangan. Biaya besar. Dua hingga tiga ekor sapi dan babi dipotong. Juga dengan tenda/panggung ukuran besar. Ada soundsystem, MC dan panitia pesta. Sedangkan acara Natal, Paska dan Tahun Baru adalah pesta yang fakultatif.

Kedua, pesta yang berhubungan dengan pendidikan, mengumpulkan keluarga dan uang demi mendukung seorang anak yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Umumnya, pesta ini terdapat di daerah Manggarai. Perlahan juga bergeser ke Ngada dan Ende. Pesta ini biasa juga disebut arisan pendidikan atau pesta sekolah. Saya beberapa kali hadir dalam pesta ini, beberapa makanan dan minuman (bir) yang disediakan tuan pesta lebih mencondong pada ajang ‘lelang’. Tetap dengan soundsystem, dentuman musik yang keras, mengajak undangan berdansa ria, ja’i dan gawi setelah acara makan.

Ketiga, pesta yang berhubungan dengan ritual/upacara adat, syukur panen dan pemberian makan leluhur. Tidak semua kampung di Flores melaksanakan ritual adat. Contoh saja, di Ende terdapat upacara ‘Kero Jawa’ (syukuran panen) di Kecamatan Nangapanda dan ‘Pati Ka Du’a Bapu Ata Mata’ (pemberian makan leluhur). Upacara ‘Kero Jawa’, biaya dari swadaya, tidak ada soundsystem, hanya menari tandak (gawi:tarian Ende Lio) dari malam sampai subuh, lalu bubar. Sedangkan, upacara ‘Pati Ka Du’a Bapu Ata Mata’ diselenggarakan pemkab Ende, biaya dari pemda dan hanya ber-gawi bersama selepas memberi makan leluhur di puncak Kelimutu. Dua upcara ini setahun sekali. Di Ngada, terdapat upacara ‘reba’, berlangsung sehari atau lebih, beberapa ekor babi tumbang, ayam tak terhitung. Musik gong gendang bertalu berirama ja’i (tariah daerah Ngada).

[caption caption="Salah Satu Acara Pesta 'Reba' di Ngada"]

Salah Satu Acara Pesta 'Reba' di Ngada (Foto: wego.co.id)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun