Salam dan Bahagia.
Hai para sahabat Kompasiana yang baik hati.
Pagi hari kedua di Manado, saat kami sarapan pagi, dua kawan kami yaitu Melkianus Dappa Ole dan Lambertus Ga, bersemangat untuk ziarah ke Bukit Kasih. Kami berempat tidak kuasa menolak keinginan dua anak muda tersebut. Apalagi destinasi itu berkaitan dengan kehidupan rohani.
Sekitar pukul sembilan kami mulai bertolak dengan taksi. Masih dengan sopir bernama Rikhard.
Perjalanan kami menuju Bukit Kasih, disertai hujan rintik dan sesekali diguyur hujan deras. Di beberapa lokasi di pinggir jalan dapat dijumpai berbagai tempat pemandian air panas yang bersumber panas bumi uap gas belerang.
Melihat topografi Bukit Kasih itu yang tinggi, sebetulnya saya sendiri tidak mau mendaki. Tapi karena penasaran ingin tahu kondisi yang ada di puncak Bukit Kasih itu, maka saya pun berusaha menyemangati diri sendiri untuk menapaki satu persatu anak tangga yang jumlahnya hampir 2.500. Bukan main jumlahnya bukan? Itupun belum sampai tujuan. Masih berjuang menjejaki jalan setapak tanah sekitar seratus meter baru meraih tempat yang dituju.
Dalam pendakian tersebut, sekitar empat kali kami berhenti. Capai dan haus. Maklum kami tidak bawa air mineral. Beruntung di puncak bukit tersebut ada kios kecil beratapkan bambu yang jual air mineral.
Apa sebetulnya yang ada di puncak Bukit Kasih? Salib Besar setinggi empat puluh meter. Salib ini ditempeli keramik berwarna putih. Sayangnya tidak terurus. Masih ada tersisa pekerjaan bangunan ruang di bagian dasar salibnya.
Dari posisi Salib Besar ini, kita dapat menikmati panorama alam Sulawesi Utara. Hampir seluruh sudut-sudutnya dapat terpantau sejauh mata memandang. Â Gunung, danau dan gas-gas alamnya tampak jelas. Luar biasa indahnya.
Kami tiba di kaki Bukit Kasih dengan selamat. Di sini tampak pemandangan yang hebat. Berdiri kokoh gedung-gedung ibadah untuk semua agama yang diakui di Indonesia. Sedang, mungil dan indah. Barangkali inilah gambaran toleransi yang indah dan patut dicontohi. Dan barangkali inilah juga alasan mengapa destinasi itu dinamakan Bukit Kasih.
Kami juga sempat belanja cenderamata kalung salib dan kontas (rosario). Di tempat ini juga banyak dijual tasbih.
Bukit Kasih tersebut terletak di Kabupaten Tomohon. Daerah inilah asal Sondakh, Gubernur Sulawesi Utara, yang membangun Bukit Kasih ketika itu sebagai destinasi rohani. Â Sayangnya destinasi ini tidak dilanjutkan penataannya oleh generasi penerusnya.
Tampak patung Yesus tersebut seperti terbang memberkati seluruh wilayah Manado. Luar biasa. Selamat Malam Manado.
Rofinus D Kaleka *)